BREAKING NEWS
latest

728x90

Ads

468x60

header-ad

Fokus Mingguan

Slider
Tampilkan postingan dengan label Pendidikan dan Teknologi. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label Pendidikan dan Teknologi. Tampilkan semua postingan

Uswim Gelar Yudisium Kepada Mahasiswa Fisip dan Fapertanak, Ini Pesan Rektor

SUARA.NABIRE - Universitas Satya Wiyata Mandala (Uswim) di Nabire, kembali menggelar Yudisium Semester Ganjil Tahun Akademik 2021/2022 kepada mahasiswa Fakultas Ilmu Sosial dan Politik (Fisip) serta Fakultas Pertanian dan Peternakan (Fapertanak), pada Senin (26/10/2021).

Adapun Fakultas Ilmu Sosial dan Politik (Fisip) Uswim melakukan yudisium kepada mahasiswa yang berasal dari 3 Program Studi, yaitu: Prodi Ilmu Pemerintahan sebanyak 66 mahasiswa, Prodi Administrasi Negara sebanyak 57 mahasiswa, dan Prodi Administrasi Bisnis sebanyak 50 mahasiswa. Sehingga total keseluruhan peserta Yudisium pada Fisip Uswim sebanyak 173 Mahasiswa.

Sementara Fakultas Pertanian dan Peternakan (Fapertanak) Uswim juga melaksanakan yudisium kepada 27 orang mahasiswa Prodi Agribisnis, dan 17 mahasiswa Prodi Agroteknologi, serta 40 mahasiswa Prodi Peternakan. Sehingga total keseluruhan peserta Yudisium pada Fapertanak Uswim berjumlah 84 Mahasiswa.

Dekan Fisip Uswim, Dr. Drs. Eduard L Pesiwarissa, M.Si., ketika ditemui awak media menyampaikan selamat kepada 173 mahasiswa Fisip yang telah di Yudisium dan berharap agar nantinya bisa mengabdi pada tempat tugas dan daerahnya masing-masing

“Selamat, barangkali itu adalah kata pertama yang ingin saya ucapkan selaku pejabat dekan kepada 173 yudisium. Akhirnya setelah bertahun-tahun berjuang dan bertarung untuk menaklukkan tiap sks dan menyelesaikan skripsinya, akhirnya mereka sampai juga di penghujung jalan menapaki Jenjang Sarjana Strata Satu di Fisip Uswim," demikian ungkap Pesiwarissa.

Pesiwarissa juga menambahkan 3 hal yang patut dipegang agar mimpi bisa menjadi kenyataan, yakni: Growth Mindset, artinya sebuah pola pikir bahwa seorang sarjana dapat terus berkembang dengan berbagai tantangan dan kerja keras, dan GRIT yang artinya sebuah sifat tabah, kokoh, pantang menyerah, serta yang ketiga adalah Caring Others, yaitu hidup jangan selfish dan harus luangkan waktu, tenaga, pikiran dan sumber daya untuk membantu orang lain. "Maka suatu saat semesta akan menolong Anda," demikian pesan Pesiwarissa.

Pada tempat terpisah, Rektor Uswim, Dr. Drs Petrus I Suripatty, M.Si membeberkan bahwa dengan usainya pelaksanaan yudisium pada kedua Fakultas, yakni Fisip dan Fapertanak, maka total mahasiswa yang direncanakan mengikuti Prosesi Wisuda di Uswim pada pertengahan bulan November mendatang adalah berjumlah 422 mahasiswa, dengan rinciannya sebagai berikut:

Pertama. Fakultas Perikanan dan Kelautan (FPK) berjumlah 16 mahasiswa, yang terdiri dari 7 mahasiswa asal Prodi Budi Daya Perikanan (BDP) dan 9 mahasiswa dari Prodi Manajemen Sumber Daya Perairan (MSP).

Kedua. Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan (FKIP) berjumlah 26 mahasiswa, yang terdiri dari 18 mahasiswa asal Prodi Pendidikan Matematika dan 8 mahasiswa dari Prodi Pendidikan Bahasa Inggris.

Ketiga. Fakultas Teknologi dan Rekayasa (Fateksa) dengan jumlah mahasiswa yang di yudisium sebanyak 123 mahasiswa, yang masing-masing terdiri dari 23 Mahasiswa Program Studi Teknik Industri dan 100 Mahasiswa Program Studi Teknik Informatika.

Keempat. Fakultas Ilmu Sosial dan Politik (Fisip) dengan jumlah mahasiswa yang di yudisium sebanyak 173 mahasiswa, yang masing-masing terdiri dari 66 Mahasiswa Program Studi Ilmu Pemerintahan 57 mahasiswa Program Studi Administrasi Negara, dan 50 Mahasiswa Program Studi Administrasi Bisnis

Kelima. Fakultas Pertanian dan Peternakan (Fapertanak), dengan jumlah mahasiswa yang di yudisium sebanyak 84 mahasiswa, yang masing-masing terdiri dari 27 mahasiswa Program Studi Agribisnis, dan 17 mahasiswa Program Studi Agroteknologi, serta 40 mahasiswa pada Program Studi Peternakan.

Sehingga menurut Suripatty, total keseluruhan Mahasiswa Uswim yang sudah di Yudisium dan siap untuk mengikuti proses Wisuda pada bulan November mendatang adalah sebanyak 422 mahasiswa.

"Ya, saya berpesan kepada semua mahasiswa yang sudah melaksanakan Yudisium pada Fakultasnya masing-masing di kampus Uswim agar tetap membawa hal positif dalam menjaga nama baik Almamater dan terus memperkaya ilmu yang sudah dimiliki demi kemajuan daerah Papua," demikian ucap Rektor Uswim, Dr. Drs Petrus Izaach Suripatty, M.Si. (Red)

Editor: Nona Papua

GALERI FOTO:










123 Mahasiswa Fateksa Uswim di Yudisium, Satu diantaranya adalah Wakil Bupati Dogiyai


SUARA.NABIRE - Fakultas Teknologi dan Rekayasa (Fateksa) Universitas Satya Wiyata Mandala di Nabire menggelar kegiatan Yudisium Semester Ganjil Tahun Akademik 2021/2022 terhadap 123 Mahasiswa di Aula Fateksa Uswim pada Jumat (23/10/21).

Adapun 123 mahasiswa tersebut terdiri dari 23 Mahasiswa Program Studi Teknik Industri dan 100 Mahasiswa Program Studi Teknik Informatika, yang salah satu diantaranya adalah Wakil Bupati Dogiyai, Oscar Makai.

Dekan Fateksa Uswim, Hermanus J. Suripatty, ST., M.Si., kepada awak media ini, mengatakan bahwa pelaksanaan Yudisium tersebut merupakan pengesahan 123 mahasiswa yang sudah dinyatakan lulus dan berhak untuk diwisuda yang direncanakan akan di gelar pada pertengahan November mendatang.

Hermanus juga mengucapkan selamat kepada peserta yudisium karena berhasil menyelesaikan studi dengan baik, sehingga dirinya berharap agar 123 mahasiswa yang sudah di yudisium itu bisa berguna bagi kemaslahatan umat manusia, terutama pada empat kabupaten yakni Nabire, Dogiyai, Deiyai dan Paniai.

"Saya menyitir ungkapan Presiden Amerika Serikat John F. Kennedy yang perlu kita terapkan sebagai prinsip. Jangan bertanya apa yang Negara berikan kepada Kita. Tetapi bertanya apa yang bisa Kita berikan kepada Negara. Penting bagi Kita untuk memberi manfaat yang luas untuk kemajuan kampus dan kemajuan daerah kita masing-masing," demikian pesan Hermanus selaku Dekan Fateksa di Uswim.


Hermanus J. Suripatty, ST., M.Si. (Dekan Fateksa Uswim)

Ditempat terpisah, Rektor Uswim, Dr. Drs. Petrus I Suripatty, M.Si., menyatakan bahwa secara keseluruhan acara yudisium mahasiswa Fateksa berjalan lancar dengan tetap mematuhi protokol kesehatan secara ketat.

Suripatty mengatakan bahwa pelaksanaan Yudisium tersebut merupakan salah satu persyaratan untuk mengikuti Wisuda Uswim secara keselurahan, yang mana prosesi Wisuda tersebut disesuaikan dengan waktu Kepala LLDikti wilayah XIV Papua dan Papua Barat yang menyatakan untuk siap menghadiri Wisuda Uswim pada bulan November mendatang.

"Saya selaku Rektor sangat berterimakasih kepada para Dekan yang sudah bekerja semaksimal mungkin dalam mempersiapkan para mahasiswa sehingga bisa melaksanakan kegitan Yudisium pada lima Fakultas yang ada di kampus Uswim dengan baik dan sesuai dengan ketentuan yang berlaku," ungkap Suripatty.

Pada kesempatan tersebut, Suripatty turut mengucapkan selamat dan rasa bangga atas pencapaian yang sudah di raih oleh 123 mahasiwa Fateksa tersebut.

"Ya, kepada anak-anaku sekalian yang sudah menyelesaikan studi dan menyelesaikan masa-masa sulit selama perkulihan, hari ini kalian semua boleh berbahagia karena sudah memetik hasil dari usaha dan jerih payah selama ini. Saya berharap agar sebagai almamater Uswim, mari sama-sama kita menjaga harkat dan martabat Alumni, serta menjaga nama baik Almamater,” demikian pungkas orang nomor satu di kampus Uswim ini. (Red)

Editor: Ika Putri

Uswim Gelar Pemilihan Ketua BEM Tahun Akademik 2021/2022

SUARA.NABIRE - Mahasiswa Universitas Satya Wiyata Mandala (Uswim) di Nabire, menggelar pemilihan Ketua Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) Tahun Akademik 2021-2022 secara serentak di masing-masing Fakultas pada kampus Uswim yang terletak di jalan Sutamsu SH, Kelurahan Kalibobo, Kabupaten Nabire, Jumat (24/09/21).

Adapun pemilihan BEM tersebut diikuti dua kandidat yang masing-masing adalah Pasangan nomor 01: Jefri Degei (Calon Ketua) dan Alvon Didipa (Calon Wakil Ketua) dan pasangan nomor 02: Abetnego Pekei (Calon Ketua) dan Hengki Makai (Calon Wakil Ketua).

Setelah dilakukan pemilihan secara demokratis oleh seluruh mahasiswa/i Uswim, maka Pasangan nomor 02 yaitu Abetnego Pekei dan Hengki Makai akhirnya terpilih menjadi Ketua dan Wakil BEM Uswim Nabire Tahun 2021/2022 setelah memperoleh 534 suara. Sementara lawannya, pasangan nomor 01: Jefri Degei dan Alvon Didipa hanya memperoleh 277 suara.

Pantauan awak media, sebelum dilaksanakannya pemungutan suara, masing-masing calon ketua Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) melakukan Pemaparan Visi, Misi dan Program Kerja ke depannya dihadapan seluruh mahasiswa/i.

Wakil Rektor III, Petrus Tekege, SH., MH., ketika ditemui awak media di gedung Rektorat Uswim, berharap agar Ketua dan Wakil Ketua BEM yang terpilih nantinya dapat menciptakan program-program yang bisa mendukung kemajuan Uswim ke arah yang lebih baik.

"Pemilihan BEM merupakan suatu keharusan sebagaimana pembentukan organisasi kemahasiswaan ini jelas termuat dalam UU Nomor 12 Tahun 2012 Tentang Pendidikan Tinggi Pasal 6 dan dilanjutkan pada Pasal 77, yang mengatur tentang adanya Organisasi Kemahasiswaan (Ormawa). Jadi, ini adalah keharusan. Bukan kewajiban," demikian jelas Tekege.

Tekege juga menegaskan bahwa Pemilihan BEM tersebut telah dilandasi dengan tahapan seleksi berkas administrasi secara ketat.

Rektor Uswim, Dr. Drs. Petrus Izaach Suripatty, M.Si., pada kesempatan itu mengucapkan selamat kepada Ketua Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) Universitas Satya Wiyata Mandala Tahun Akademik 2021/2022 yang terpilih, dan berpesan agar semua civitas akademika bisa bahu membahu dalam memajukan kampus Uswim ke arah yang lebih baik

"Mari bersama-sama kita bersirnergi untuk memajukan kampus Uswim tercinta ini, khususnya dalam peningkatan prestasi kegiatan akademik dan non akademik mahasiswa di tingkat lokal, nasional maupun internasional," demikian tutup Suripatty selaku orang nomor satu di kampus Uswim. (Red)

Redaktur: Nona Mandobar

Pernyataan Wakil Rektor III USWIM
(Petrus Tekege, SH., MH):

Terapkan Prokes, SD Negeri Inpres Kalibobo Nabire Gelar Ujian Tengah Semester

SUARA.NABIRE - Dengan menerapkan Protokol Kesehatan, SD Negeri Inpres Kalibobo Nabire, menggelar Ujian Tengah Semester (UTS) pada hari Selasa, (6/04/2021).

Kepala Sekolah SD Negeri Inpres Kalibobo Nabire,Yesaya Waroi, S.Pd., dalam keterangan kepada awak media ini menjelaskan bahwa Ulangan Tengah Semester merupakan Agenda dalam rangka melihat perkembangan dan sejauh mana kesigapan siswa menghadapi proses belajar mengajar di era Covid-19 yang melanda akhir akhir ini

"Dengan demikian, sesungguhnya kita bisa tahu dan mengikuti perkembangan anak ini ke depan seperti apa," tutur Waroi.

Yesaya Waroi, S.Pd (Kepsek SD Inpres Kalibobo Nabire)

Ditambahkan Waroi bahwa kegitan UTS tersebut juga sebuah evaluasi yang dilakukan oleh pihak sekolah agar dapat melihat sejauh mana kesigapan seorang guru dalam memberikan materi pembelajaran terhadap anak didiknya di kelas tersebut.

"Agenda kegiatan Ulangan Tengah Semester ini adalah sebuah agenda yang di teruskan oleh Dinas pendidikan Propinsi Papua kepada Dinas Pendidikan yang ada di setiap Kabupaten, khususnya kami yang ada di Nabire", demikian dijelaskan Kepala Sekolah SD Negeri Inpres Kalibobo Nabire,Yesaya Waroi, S.Pd. (Red)

Redaktur: Tonchi Numberi

Ikatan Pelajar Mahasiswa Paniai Gelar Seminar Kerusakan Lingkungan di Meeuwomakida

SUARA.NABIRE - Ikatan Pelajar Mahasiswa/i Paniai (IPMAPAN) kota studi Yogyakarta dan Solo, menggelar seminar dan diskusi dengan tema “Kerusakan Lingkungan di Meeuwomakida dan Mitigasinya”, yang berlangsung di Asrama Ipmanapandode Paniai ASPAN, pada hari Sabtu (05/04/21).

Demianus Nawipa, S.T., selaku pemateri dalam seminar tersebut, menjelaskan tentang situasi lingkungan yang sedang terjadi di Papua, khususnya di wilayah Meepago Meuwomakida.

Pada kesempatan itu Demianus menjelaskan tentang dampak pembuangan limbah industri oleh tiap perusahan ilegal yang masuk mengambil kekayaan alam serta terjadinya krisis hak ulayat tanah atas hasil alam bagi Orang Asli Papua (OAP) dalam kehidupan turun temurun.

"Regenerasi selanjutnya harus mampu memanfaatkan dan memfungsikan hasil kelolahan yang dimiliki nenek moyang untuk masa depan generasi mendatang. Karena manusia tidak bisa hidup tanpa alam," demikian dijelaskan Demianus yang juga merupakan senioritas IPMAPAN

Penjelasan Nawipa terkait dampak lingkungan yang sedang terjadi di Meeuwodide dipahami seluruh anggota yang hadir dan dilanjutkan dengan diskusi bersama tentang dampak lingkungan di Meeuwomakida.

Nawipa dalam penjelasannya juga menyarankan agar seluruh peserta yang hadir menolak semua perusahaan ilegal yang masuk ke wilayah Meepago, serta harus menjaga hasil kekayaan alam demi masa depan generasi penerus yang akan datang.

Salah satu anggota seminar, Yesaya Boma, dalam diskusi mengatakan bahwa baru-baru ini dirinya mendapatkan kabar dari kedua sahabatnya tentang musibah banjir bandang yang terjadi di Kabupaten Deiyai, Papua, khususnya di wilayah Meepago, dimana bencana tersebut sangat mempengaruhi rama lingkungan masyarakat setempat.

Dengan peristiwa tersebut, Boma meminta agar Ruku-Ruku dan Kios yang berada di pinggir sungai untuk tidak membuang sampah ke sungai mengingat dampaknya pernah terjadi bencana banjir pada beberapa bulan lalu.

Bahkan Boma menambahkan bahwa perlu diwaspadai beberapa perusahan yang telah berdiri di Pemkab Nabire, salah satunya adalah tambang emas ilegal di Siriwo

"Ada juga PT kelapa sawid dan PT Nabire Baru yang baru saja masuk di wilayah Meeuwodide, yang mana beberapa perusahan yang telah masuk akan mengancam lingkungan masyarakat setempat melalui pembuangan limbah maupun pengambilan hasil kelolahan," ungkapnya

Ditempat yang sama, Paulus Tekege, menjelaskan bawah kehadiran perusahan-perusahan tersebut harus melalui dan atas persetujuan OAP sendiri, dan bukan melalui non OAP. Karenanya Tekege meminta tiap ulayat tanah setempat harus tegas dan menolak perusahan non-papua di wilayah Meepago

Usai seminar dan diskusi, Yosia Tebay, selaku biro pendidikan menyampaikan salut kepada seluruh anggota yang terlibat dan memberikan kontribusi dalam seminar dan diskusi yang telah dilaksanakan bersama.

"Kami selaku biro pendidikan sesuai jadwal kami akan terus mengadakan pelatihan serta seminar diskusi dalam internal maupun eksternal," beber Tebay

Selaku Badan Pengurus IPMAPAN, Yokobin Pigome, mengapresiasi biro pendidikan yang telah mengadakan seminar dan diskusi, dan selanjutnya pada kesempatan itu diberikan plakat pada pembawa materi oleh salah satu anggota aktif

Badan pengurus IPMAPAN sangat berterima kasih kepada pemateri maupun seluruh anggota yang hadir dalam seminar ini," demikian tutup Yokobin Pigome. (Red)

Editor: Yubelince Pekey

Bantuan Kuota Internet dari Kemendikbud Hanya Bisa Diterima 18 Persen Pelajar di Papua



SUARA.NABIRE - Kepala Dinas Pendidikan, Perpustakaan dan Arsip Daerah (DPPAD) Provinsi Papua, Christian Sohilait, mengatakan bahwa berdasarkan data pelaksanaan di Tahun 2020 hanya 18 persen Pelajar di Papua yang menerima Bantuan Kuota Internet dari Kemendikbud.

"Saat pandemi, pemerintah pusat sudah memberi perhatian luar biasa, tetapi dari data yang kami punya ternyata hanya 277.000 siswa yang dapat kuota internet, padahal jumlah anak sekolah dari SD sampai SMA itu ada 640.000 siswa, guru 22.000, kemudian dosen sekitar 4.000-an, mahasiswa sekitar 50.000-an, itu berarti hanya 18 persen yang terima kuota internet," demikian beber Kadis PPAD, Christian, sebagaimana dilansir dari Kompas.com, pada Rabu (31/3/2021).

Diketahui bahwa Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) sebelumnya telah memberikan bantuan kuota internet bagi pelajar di seluruh Indonesia. Namun khusus di Papua, bantuan tersebut hanya terealisasi kepada sebagian kecil siswa.

Christian menambahkan bahwa untuk tahun 2021 pihaknya belum mengetahui berapa jumlah pelajar di Papua yang akan menerima bantuan tersebut. Namun,dirinya menilai jumlah penerima bantuan tidak akan bertambah.

Dengan demikian menurut Christian, tentu akan ada upaya-upaya yang telah dilakukan Pemerintah Provinsi Papua untuk memfasilitasi pelajar yang tidak menerima bantuan kuota internet.

"Kalau sebanyak itu yang dapat berarti lebih banyak yang tidak dapat, tetapi kami terus berusaha perbanyak kegiatan cetak buku, lalu daerah-daerah yang masuk dalam zona hijau sudah melakukan tatap muka," tuturnya

Untuk program vaksinasi Covid-19 yang sedang berjalan Christian berharap bisa dipercepat agar rencana penyelenggaraan kegiatan belajar mengajar secara tatap muka bisa direalisasikan di seluruh daerah.

Ketika dikonfirmasi terkait jumlah sekolah yang sudah melaksanakan tatap muka, untuk saat ini Christian belum bisa menyebutkan angka pasti berapa kabupaten yang sudah membuka sekolah. "Daerah pegunungan sudah buka sekolah semua walau belum optimal, yang jadi masalah adalah ada guru-guru yang belum ada di tempat," ungkap Christian.

Adapun dari 29 kabupaten/kota yang ada di Provinsi Papua, 15 kabupaten berada di kawasan pegunungan. Saat ini ada 6 kabupaten di pegunungan yang tidak tergolong dalam zona hijau, yaitu Mimika (377 pasien), Jayawijaya (95 pasien), Paniai (11 pasien), Tolikara (7 pasien), Pegunungan Bintang (2 pasien) dan Puncak Jaya (1) pasien). (Red)

Daftar 10 Orang Yang Memiliki Tingkatan IQ Tertinggi Di Dunia



SUARA.NABIRE - Pada dasarnya manusia normal memiliki skor IQ sekitar 100 hingga 120. Namun dalam realitas sesungguhnya, ada sekitar setengah persen dari populasi manusia di dunia yang IQ-nya di atas 140. Mereka memang sangat beruntung. Karena berbekal kecerdasannya, mereka mampu melakukan hal yang luar biasa.

Berikut daftar 10 orang yang masuk dalam jajaran IQ tertinggi di dunia, mulai dari urutan pertama hingga ke sepuluh:

1. William James Sidis ( IQ 250-300)

Diperkirakan William memiliki skor IQ antara seputaran angka yang fantastis yaitu: 250-300. Dia masuk Harvard ketika masih berumur 11 tahun untuk belajar matematika. Pada umur 2 tahun ia sudah terbiasa membaca New York Times di pagi hari dan bisa berbicara dengan ratusan bahasa . Ia juga mampu menulis buku tentang anatomi dan astronomi ketika masih berusia 8 tahun. Sayang, manusia paling pintar di bumi ini tidak hidup bahagia, memiliki sedikit teman dan meninggal di usia 46 tahun.

2. Terence Tao (IQ 230). 
Lahir pada 17 Juli 1975 di Australia dan dibesarkan di Shanghai. Orang tuanya adalah pasangan dokter dan guru. Ayahnya menceritakan bahwa Tao ketika umur dua tahun mampu mengajarkan aritmatika dan bahasa Inggris pada kerabat yang usianya lima tahun. Dia menjuarai berbagai olimpiade skala internasional sekaligus menjadi pemenang yang paling muda. Dengan kejeniusannya, dia mendapatkan banyak penghargaan seperti Australian of the Year, Clay Research Award, SASTRA Ramanujan Prize, Alan T. Waterman Award dan Crafoord. Pada tahun 2013, Tao telah menerbitkan lebih dari 250 makalah penelitian dan 17 buku.

3. Christopher Hirata (IQ 225). 
Pada tahun 1982 lalu, Hirata telah mencatatkan namanya di daftar orang-orang jenius dengan skor IQ 225. Pria super jenius ini telah meyelesaikan pelajaran kuliah sarjana ketika umur 12 tahun. Pada umur 16 tahun, dia sudah ikut bergabung dengan proyek NASA. Hirata memulai kelas doktornya di bidang astrofisika ketika umur 18 tahun.

4. Kim Ung-Yong (IQ 210). 
Kim sudah bisa berbicara lancar ketika masih berusia enam bulan. Pada tanggal 2 November 1967, di usia lima tahun, ia muncul pada acara di Fuji TV di Jepang dan membuat penonton terpukau karena mampu menyelesaikan soal matematika yang rumit. Sekarang ia bekerja di Universitas Nasional Chungbuk.

5. Christopher Michael Langan (IQ 195-210). 
Ia sempat disebut sebagai orang paling jenius di Amerika. Langan sudah berbicara lancar ketika berumur enam bulan, mampu membaca dengan baik ketika umur 3 tahun. Dia sangat jenius hingga mampu mencatat nilai sempurna dalam tes SAT meskipun dia sempat tidur ketika tes.

6. Kasparov (IQ 194). 
Dia menduduki peringkat 1 dunia di kejuaraan catur pada usia 22 tahun. Pada tahun 1996, Kasparov berhasil mengalahkan komputer Deep Blue milik IBM, meskipun setahun kemudian dia dikalahkan balik dengan komputer catur canggih ini. IQ yang dimiliki Kasparov dikabarkan mencapai 194 poin.

7 Marilyn Vos Savant (IQ 190). 
Perempuan berdarah Jerman-Italia ini memiliki IQ 190. Vos Savant adalah wanita yang jenius, dia aktif dalam dunia tulis-menulis dan mampu memberikan saran dan jawaban tentang pertanyaan apapun. Kolom mingguannya di majalah Parade yang berjudul 'Ask Marilyn' sangat terkenal. Dia menjawab berbagai pertanyaan sulit mulai dari teka- teki, pelajaran sekolah, logika dan lain-lain.

8. Leonardo Da Vinci (IQ 180). 
IQ yang dimiliki manusia jenius ini diperkirakan mencapai 180. Da Vinci adalah seorang ahli di bidang musik, matematika, arsitektur, geologi, kartografi dan seni. Mahakarya yang terkenal darinya adalah lukisan Monalisa dan Jamuan Terakhir.

9. Judit Polgar (IQ 170). 
Polgar adalah wanita asal Hungaria yang paling diakui di dunia catur. Dengan IQ supernya, ia mendapat predikat Grandmaster pada usia 15 tahun 4 bulan. Dia adalah wanita pertama yang mengalahkan juara catur dunia, Gary Kasparov.

10.
Albert Einstein (IQ 160-190). 
Siapa yang tidak kenal fisikawan jenius ini. Kejeniusannya mampu mengubah cara pandang ilmu fisika. Diperkirakan IQ-nya sekitar 160-190. Meskipun waktu kecil sempat dianggap sebagai anak yang bodoh, ternyata ia adalah salah satu manusia yang mampu mengubah dunia, bahkan juga bikin bom atom. (Red)

Tiga Sekolah Menengah Kejuruan di Nabire Ikut Fasilitasi dan Uji Sertifikasi Tenaga Konstruksi



SUARA.NABIRE - Tiga Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) di Kabupaten Nabire yang memiliki jususan konstruksi mengikuti kegiatan Fasilitasi dan Uji Sertifikasi Tenaga Konstruksi yang digelar selama seminggu di kota Nabire, dimulai sejak Jumat (19/03/2021).

Udin Kalla mewakili pihak penyelenggara dari Balai Jasa Konstruksi Wilayah VII Jayapura, ketika ditemui awak media ini mengatakan bahwa ketiga SMK yang ikut dalam kegiatan tersebut adalah SMK Negeri 2 Nabire, SMK Menara Ilmu dan SMK Asafiyah Nabire

Dikatakan Udin bahwa kegiatan yang di lakukan selama seminggu itu berlangsung di beberapa tempat diantaranya, SMK Negri 2 Nabire, Hotel Anggrek, dan hari ini di Aula PU Nabire.

"Kegiatan ini adalah kegiatan uji kompetensi bagi tenaga kerja di seluruh Indonesia sesuai dengan Undang Undang Nomor 17 Tahun 2017, bahwa setiap tenaga kerja di Indonesia wajib memiliki sertifikat," demikian ungkap Udin kepada awak media ini pada Kamis (25/03/21).

Ditambahkan Udin, untuk itulah salah satu keberpihakan pemerintah pusat kepada daerah maka dengan ini pihaknya melakukan uji kompetensi bagi tenaga kerja yang ada di Kabupaten Nabire. "Karena Nabire juga mendapat jatah untuk kita sertifikasi tenaga kerjanya khusus kontruksi," tutur Udin

Terkait dengan jumlah peserta, Udin mengatakan bahwa peserta yang mengikuti kegiatan tersebut cukup banyak. "Di Aula ini sendiri aja sekitar 120 orang peserta, dimana untuk SMK ada sekitar 49 peserta, dan dari Gapeknas sendiri sekitar 30 peserta," bebernya.

Dijelaskan Udin bahwa ada beberapa manfaat bagi mereka yang mengikuti uji kompetensi dan sertifikasi. "Ibarat kita menaiki motor kita harus punya SIM, karena undang undang menyatakan setiap tenaga kerja konstruksi wajib memiliki sertifikat, serta legalitas untuk bekerja apalagi bidang konstruksi," jelas Udin

Selain itu menurut Udin, sertifikasi itu juga bisa digunakan di bidang usaha konstruksi dalam membuat CV atau PT, dan sertifikat bisa juga digunakan dalam pelelangan proyek, jalan, jembatan, irigasi dan lainnya khususnya konstruksi.

"Sertifikat ini nantinya juga menjamin tenaga kerja konstruksi bisa mendapatkan pembayaran atau gaji yang layak sesuai dengan sertifikat yang didapatkan oleh tenaga kerja itu sendiri," ungkapnya.

Ditempat yang sama, Ibu Penina Analisa Auparay, yang merupakan salah satu peserta, mengatakan bahwa kegiatan yang baru pertama kali diikutinya dirasakan sangat bermanfaat, khususnya bagi mereka pengusaha-pengusaha yang kebetulan bergerak dalam bidang konstruksi.

"Serta hal ini membuka peluang bagi pengusaha-pengusaha muda Papua untuk bisa mengembangkan sayap lagi dalam jasa konstruksi. Kalau bisa kegiatan seperti ini dilakukan setiap tahun kepada anak-anak muda Papua," demikian ucap Ibu Penina

Sehingga ke depannya, lanjut ibu Penina, mereka anak-anak muda itu juga bisa bekerja dan bersaing dengan saudara-saudara kita yang dari luar Papua. (Red)

Editor: T Numberi

Perbedaan Antara Teori Belajar dengan Teori Pembelajaran


Dalam sifatnya, teori belajar lebih bersifat “deskripstif”, sedangkan teori pembelajaran bersifat “preskiptif”. Kajian beberapa model pembelajaran berdasarkan pada teori belajar, menunjukkan bahwa model-model tersebut adalah model prosedural. 

Dalam hal ini, teori pembelajaran menunjukkan beberapa karakteristik, diantaranya seperti designed oriented yakni berfokus pada suatu upaya mencapai tujuan pembelajaran; mengidentifikasi metode pembelajaran—cara untuk mendukung dan memfasilitasi belajar dan situasi pada mana metode akan digunakan ataupun tidak digunakan; dan metode pembelajaran bisa di rinci lagi menjadi serangkaian rencana pelaksanaan suatu pembelajaran. 

Jadi, teori merupakan sekelompok proposisi yang berhubungan dan yang menunjukkan mengapa suatu peristiwa itu dapat terjadi.

Reigeluth (1983) mendefinisikan teori sebagai suatu rangkaian prinsip yang secara sistematis diintegrasikan untuk menjelaskan dan memprediksi fenomena dalam proses pembelajaran. 
Dalam hal ini teori pembelajaran merupakan teori yang menawarkan panduan ekplisit tentang bagaimana membantu seseorang belajar dan berkembang menjadi lebih baik. Jenis belajar dan pengembangannya mencakup aspek: kognitif, emosional, sosial, fisikal, dan spiritual. 

Karena itu teori pembelajaran mesti menunjukkan beberapa karakteristik seperti berikut. 

Pertama, designed oriented, yaitu berfokus pada alat mencapai tujuan yang telah ditetapkan untuk belajar, atau pengembangan daripada description oriented—berfokus pada given events. 

Kedua, mengidentifikasi metode pembelajaran (cara untuk mendukung dan memfasilitasi belajar) dan situasi pada mana metode dipakai/tidak dipakai. 

Ketiga, metode pembelajaran bisa dipecah-pecah menjadi rinci sebagai panduan. 

Keempat, kecenderungan metode pembelajaran adalah probabilistic daripada deterministic.

Bruner, seperti yang dikutip oleh Degeng (1989); dalam Budiningsih Asri (2012:11), menyatakan bahwa teori pembelajaran merupakan preskriptif atau goal oriented (untuk mencapai tujuan), karena tujuan teori pembelajaran adalah menetapkan metode dan strategi pembelajaran yang cocok untuk memperoleh hasil optimal. 

Sedangkan teori belajar sebagai deskriptif atau goal free (untuk memeriksa hasil), karena tujuan utama teori belajar adalah menjelaskan proses belajar. 

Jadi kesimpulan yang dapat ditarik bahwa teori pembelajaran berurusan dengan upaya untuk mengontrol variabel-variabel yang spesifik dalam teori belajar, agar dapat memudahkan belajar. Sedangkan fokus dari teori belajar lebih kepada persoalan “bagaimana seseorang itu dapat belajar”.

Oleh: Abdy Busthan

Uswim Nabire Siap Buka Magister Ilmu Pemerintahan, Kerjasama dengan Universitas Padjadjaran



SUARA.NABIRE - Universitas Satya Wiyata Mandala (Uswim) Nabire, siap bekerjasama dengan Universitas Padjadjaran Bandung untuk membuka program Pascarjana dengan konsentrasi Ilmu Pemerintahan.

Rencana kerjasama tersebut dikatakan oleh Rektor Uswim, Drs. Petrus I Suripatty. M.Si., ketika ditemui awak media ini di ruang kerjanya pada hari Selasa (25/08/20), sekitar Pukul 13.15 Wit.

"Ya, rencana kerjasama dengan Universitas Padjajaran untuk pembukaan program Magister ilmu Pemerintahan ini sudah masuk dalam tahap pembicaraan. Awalnya kami menugaskan Dr. Lewerissa untuk melobi, dan itu sudah ada kata sepakat dari pihak Universitas Padjajaran," ungkap Suripatty

Suripatty menambahkan bahwa ke depan pihaknya akan menindaklanjuti ke tahap selanjutnya agar lebih mengokohkan dan memperjelas kerjasama tersebut dengan pihak Universitas Padjajaran.

"Kami akan lebih mengokohkan rencana ini dengan pihak Universitas Padjajaran, jika tidak bisa pertemuan secara langsung mengingat pandemi covid-19 masih berlanjut, maka pertemuan akan digelar melalui Video Conference (Vicon) dengan Rektor atau Dekan Universitas Padjajaran," terang Suripatty

Jadi pada prinsipnya, lanjutnya, rencana pembukaan program Magister ilmu Pemerintahan ini sudah oke, yang dalam hal ini kedua pihak sudah sepakati bersama sehingga direncanakan akan segera di buka pada awal tahun 2021.

"Karena rencana ini sudah disepakati bersama dan prosesnya sudah dimulai, maka untuk Magister ilmu Pemerintahan ini direncanakan sudah bisa dibuka awal tahun 2021. Jadi, setelah segala sesuatunya dipersiapkan sesuai aturan, maka kami akan segera buka penerimaan mahasiswa," tandas Suripatty

Adapun sistem pembelajaran yang akan digunakan menurut Suripatty, adalah dengan tetap menerapkan sistem Daring namun pada saat-saat tertentu dosen Universitas Padjajaran akan diundang untuk memberikan kuliah langsung di kampus Uswim Nabire.

Suripatty mengatakan pula bahwa selama ini animo masyarakat kabupaten Nabire dan Meepago untuk melanjutkan pendidikan ke jenjang strata dua cukup tinggi. Sehingga dengan keterbatasan yang ada, Uswim Nabire tetap berusaha memenuhi kebutuhan masyarakat dengan mencoba menjalin kerjasama melalui beberapa Perguruan Tinggi Negeri yang berkualitas.

"Kami melihat sejauh ini animo masyarakat kabupaten Nabire dan Meepago, termasuk para PNS dan wiraswasta, memang cukup tinggi untuk melanjutkan pendidikan ke jenjang strata dua," tegasnya

"Tentu upaya ini merupakan bagian dari kepedulian kami dalam meningkatkan SDM di Tanah Papua, khusus di kabupaten Nabire tercinta," demikian tegas Suripatty

Menurutnya, sejauh ini pihak Uswim sudah merencanakan pembukaan beberapa jurusan pada program Pascasarjana di Uswim dengan mencoba bekerjasama melalui beberapa Universitas, seperti: Universitas Papua (Unipa) di Manokwari khusus untuk Magister Pertanian, Peternakan, Ilmu Lingkungan, Kehutanan, Sumberdaya Akuatik, dan Biologi, dengan Universitas Cenderawsih (Uncen) di Jayapura khusus untuk Magister Pendidikan, dan Universitas Padjajaran Bandung khusus untuk Magister Ilmu Pemerintahan. (Red)

Mengenal Guru dan Profesinya dalam Dunia Pendidikan



Banyak orang mengaku sebagai guru, banyak orang gemar menggurui sesama layaknya seorang guru. Bahkan, banyak lagi diantara orang-orang yang getol menganggap dirinya sebagai soko guru alias guru di atas segala guru. 
Namun sejatinya, tidak banyak orang yang mengerti dalam arti yang sebenarnya, siapa sosok guru yang sesungguhnya itu! 

Disadari ataupun tidak disadari, guru adalah pendiri dan penerus kemerdekaan sebuah bangsa. Guru adalah satu-satunya profesi yang menentukan dalam mengubah nasib bangsa. Hal ini karena guru bertugas mendidik dan mengajar anak-anak bangsa, mengubah perilaku, serta membentuk karakter. 

Ya, sebuah tugas yang sangat fundamental. Jika saja bangsa Indonesia ingin melakukan perbaikan keadaan bangsa Indonesia di masa datang, sudah barang tentu harapan itu ada di pundak guru dalam dunia pendidikan.

Guru adalah sebuah profesi yang sangat mulia. Ini ditandai dengan kehadiran guru bagi peserta didik adalah ibarat sebuah lilin yang menjadi penerang tanpa batas, dengan tanpa membedakan siapa yang diteranginya.

Untuk itu maka dalam mengemban amanah sebagai seorang guru, maka sekiranya guru harus melayani secara profesional. Guru harus menjadi sosok yang memiliki ilmu pengetahuan dan wawasan, sosok yang dapat memberi contoh teladan, dan sosok yang selalu berusaha untuk maju, terdepan, dan mengembangkan diri untuk mendapatkan inovasi yang bermanfaat sebagai bahan pengajaran kepada siswa/i nya.

Guru dan Pendidikan
Profesi guru juga sangat identik dengan peran mendidik. Seperti membimbing, membina, mengasuh ataupun mengajar. Ibarat sebuah contoh lukisan yang akan di tiru oleh anak didiknya. Baik buruk hasil lukisan tersebut tergantung dari contoh yang diperlihatkan. 

Guru (digugu dan ditiru) otomatis menjadi teladan. Melihat peran tersebut, sudah menjadi urgensi bahwa guru harus memiliki integritas dan personaliti yang baik dan benar. Hal ini sangat mendasar, karena tugas guru bukan hanya mengajar (transfer knowledge) tetapi yang terpenting adalah menanamkan nilai-nilai moral, karakter dan akhlak anak didiknya. 

Singkatnya guru harus memberikan teladan baik sebagai makhluk yang memang akan selalu mendidik. Keteladanan seorang guru adalah segala yang dapat diberikannya untuk keberhasilan seluruh anak didik, tanpa terkecuali. Inilah aktualisasi dari sosok seorang pendidik yang memiliki “integritas” tinggi, yang senantiasa berpikir dan bertindak dengan segenap kasih yang dapat diberikan untuk anak didiknya. 

Pengertian Istilah Guru
Guru ibarat udara. Jika seseorang tidak lagi bisa menghirup udara sebebas-bebasnya, maka kehidupan ini pasti akan berakhir. Namun jika seseorang masih dapat menghirup udara sebebas-bebasnya, maka berlanjut pula kehidupan ini. Dalam kehidupan ini, seseorang dapat bertemu dengan guru, dimana saja, kapan saja dan dengan cara apa saja. Sebab konsep guru selalu berhubungan dengan sebuah didikan dan kebaikan. Dan untuk kebaikan dan didikan inilah, maka manusia terlahir untuk mengubah alam dunianya. 

Karena itu, guru dalam arti yang sesungguhnya, adalah guru dalam arti didikan dan kebaikan—yang mendidik akan kebaikan. 

Perjalanan menjadi seorang guru sering dimulai pada saat awal kehidupan. Sebagian orang terlahir sebagai guru, dimana pengalaman hidup awal sering mendorong mereka menjadi seorang guru. Dengan pengecualian orang tua dan wali, orang dewasa yang memiliki pengaruh yang paling besar pada anak, seringkali adalah guru mereka (Parkay W Forrest & Stanford H Beverly, 2008:11). 

Itulah sebabnya, guru sering menjadi tumpuan pertanyaan, pengaduan dan sumber segala aktivitas kehidupan masyarakat, lebih-lebih masyarakat di pedesaan. Tidak jarang para guru-guru mendapatkan jabatan yang berkenaan dengan kehidupan bermasyarakat, seperti ketua RT atau ketua RW dan ketua panitia kegiatan yang lain (Aqib Zainal, 2009:2).

Defininisi Guru
Secara etimologis, kata “guru” berasal dari bahasa sanskerta, yang memiliki arti guru—tetapi secara harfiah diartikan sebagai: "berat", yang merupakan seorang pengajar suatu ilmu. 

Dalam bahasa Indonesia, guru umumnya merujuk pada pendidik profesional dengan tugas utama mendidik, mengajar, membimbing, mengarahkan, melatih, menilai dan mengevaluasi peserta didik. 

Sementara di India, China, Mesir, dan Israel, orang menerima pengajaran dari guru yang merupakan seorang Imam atau Nabi. Oleh sebab itu, seorang guru sangat dihormati dan terkenal di masyarakat, sehingga label guru akan selalu dipahami sebagai pembimbing untuk mendapat keselamatan, dan dihormati bahkan lebih dari orang tua.

Pada pemahaman umum, guru adalah pendidik dan pengajar pada pendidikan anak usia dini jalur sekolah atau pendidikan formal serta pendidikan dasar, maupun pendidikan menengah. Guru-guru seperti ini harus mempunyai semacam kualifikasi formal. 

Dalam definisi yang lebih luas, setiap orang yang mengajarkan tentang hal yang baru, dapatlah dianggap sebagai guru. Sehingga secara formal, guru adalah seorang pengajar di sekolah negeri ataupun swasta yang memiliki kemampuan berdasarkan latar belakang pendidikan formal, minimal berstatus sarjana dan telah memiliki ketetapan hukum yang sah sebagai guru, yaitu berdasarkan undang-undang guru dan dosen yang berlaku. 

Peranan guru amat sangat penting dalam dunia pendidikan, karena selain guru berperan mentransfer ilmu pengetahuan ke siswa, guru juga dituntut memberikan pendidikan karakter dan menjadi contoh karakter yang baik bagi siswa. 

Guru Berdasarkan Undang-Undang
Merujuk pada Undang-Undang RI No.14 tahun 2005 pasal (1) ayat (1) tentang guru dan dosen, yang dimaksud dengan guru adalah pendidik profesional dengan tugas utamanya mendidik, mengajar, rnembimbing, mengarahkan, rnelatih, menilai, dan mengevaluasi peserta didik pada pendidikan anak usia dini, jalur pendidikan formal, pendidikan dasar, dan pendidikan rnenengah.

Senada dengan itu, dalam Undang-Undang RI No. 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional pasal (1) ayat (6) menjelaskan bahwa, yang dimaksud dengan guru (pendidik) adalah tenaga kependidikan yang berkualifikasi sebagai guru, dosen, konselor, pamong belajar, widya swara, tutor, instruktur, fasilitator dan sebutan-sebutan lainnya yang sesuai dengan kekhususannya, serta berpartisipasi dalam menyelenggarakan pendidikan.


Guru terdiri dari guru pegawai negeri sipil (PNS) dan guru bukan pegawai negeri sipil (honorer). Guru bukan PNS dapat melakukan penyetaraan angka kredit fungsional guru. Penetapan jabatan fungsional Guru bukan Pegawai Negeri Sipil dan angka kreditnya, bukanlah hanya sebatas untuk memberikan tunjangan profesi bagi mereka saja, namun lebih jauh adalah untuk menetapkan kesetaraan jabatannya, serta pangkat atau golongan yang sesuai ketentuan yang berlaku sekaligus demi tertib administrasi Guru Bukan Pegawai Negeri Sipil tersebut. 

Peraturan tentang Guru
Profesi guru adalah pekerjaan yang diakui dan diatur pemerintah melalui Peraturan Pemerintah (PP) dan Undang-Undang (UU). 
Selama ini, pengaturan tentang guru hanya di atur melalui Undang-Undang Sistem Pendidikan dan Peraturan Pemerintah. 

Menurut Mulyasa (2009), wajar saja jika ada undang-undang khusus mengatur guru, mengingat jumlah guru di Indonesia merupakan populasi pegawai negeri yang cukup besar. Karena UU guru penting untuk mengatur berbagai hal yang berkaitan dengan guru, dimana mereka perlu mendapat perlindungan hukum agar dapat bekerja secara aman, kreatif, profesional dan menyenangkan.

Oleh:Abdy Busthan

Ciri dan Karakteristik Ilmu Statistik dalam Bidang Pendidikan




Berdasarkan ciri khas dan karakteristiknya, statistik dapat dibedakan dengan tiga ciri khasnya, yaitu sebagai berikut:

1. Statistik bekerja menggunakan Angka

Dalam hal ini angka-angka statistik memiliki dua pengertian yang dapat dijelaskan sebagai berikut.

Pertama. Data Kuantitatif. Disini angka statistik adalah sebagai jumlah atau frekuensi dan angka statistik sebagai nilai atau harga. Misalnya, jumlah pegawai Pemda Kupang, jumlah guru SMP Negeri 5 Kupang yang beragama Kristen, jumlah dosen Universitas Negeri yang diangkat pada tahun 2017, jumlah penderita gizi buruk di NTT pada anak-anak periode Tahun 2016/2017, jumlah anggota DPR/MPR, harga tomat di kota Kupang, harga buah di Kabupaten TTU dan TTS, harga sirip ikan hiu, dan angka-angka lainnya yang menyatakan nilai atau harga. 

Kedua. Data Kualitatif. Di sini angka statistik sebagai nilai, diwujudkan dalam angka. Misalnya nilai kepribadian, nilai kecerdasan siswa, kualitas mengajar guru, mutu sarana dan prasarana sekolah, dan lain sebagainya, harus dikonversikan menjadi data "kuantitatif". Proses pengubahan data kualitatif menjadi data kuantitatif ini disebut “proses kuantifikasi”. 

Contohnya, ukuran "pandai‟, "cukup‟ dan "kurang‟ adalah bahan keterangan yang bersifat kualitatif tentang prestasi belajar siswa. Untuk dapat dianalisis secara statistik, maka data kualitatif itu—pandai, cukup dan kurang—harus dikuantifikasikan, seperti: Pandai adalah mereka yang mendapatkan nilai 80-100; Cukup adalah mereka yang mendapatkan nilai 60-79; dan Kurang adalah yang mendapatkan nilai 30-59. 

2. Statistik bersifat Objektif. 
Artinya statistik selalu bekerja dengan apa adanya, bukan ada apanya. Benar adalah benar, salah adalah salah. Angka statistik bukan didasarkan pada subjektivitas atau pengaruh luar lainnya, tetapi digunakan sebagai fakta pengungkap kenyataan yang sebenar benarnya. 

3. Statistik bersifat Universal (umum). 
Dalam hal ini statistik tidak bisa hanya dibatasi oleh pengunaannya pada pada salah satu disiplin ilmu saja. Tetapi jangkauan statistik adalah sangat luas, yaitu dapat digunakan dalam berbagai bentuk disiplin ilmu pengetahuan dengan penuh keyakinan. Jadi, ruang lingkup dan bidang garapan statistik tidaklah sempit.

Oleh: Abdy Busthan

Fungsi dan Kegunaan Statistik dalam Pendidikan



Fungsi yang dimiliki statistik dalam dunia pendidikan, terutama bagi para pendidik (pengajar, guru, dosen, instruktur, atau yang lainya) adalah sebagai “alat bantu”. Tak dapat disangkal bahwa dalam melaksanakan tugasnya, pendidik akan senantiasa terlibat pada masalah-masalah penilaian atau evaluasi terhadap hasil pendidikan, yaitu setelah peserta didik menempuh proses pendidikan dalam jangka waktu yang telah ditentukan. 

Dalam kegiatan menilai, maka pendidik menggunakan norma tertentu; norma tersebut pada hakekatnya adalah semacam ukuran. Hasil penilaian itu biasanya dinyatakan dalam berbagai macam cara. Namun cara paling umum digunakan adalah menyatakan dalam bentuk angka (bilangan). 

Memang hal yang dinilai itu yaitu kemajuan atau perkembangan anak didik dalam jangka waktu tertentu yang sebenarnya bersifat kualitatif, akan tetapi diubah menjadi data yang kuantitatif. Dengan kata lain, terhadap hasil penilaian itu dilakukan kuantifikasi. 

Alasan kuantifikasi ini bermacam-macam, namun alasan paling utama adalah dengan melakukan pengubahan bahan keterangan yang bukan berupa angka menjadi bahan keterangan yang berupa angka, pendidik akan dapat dengan secara jelas dan tegas memperoleh gambaran mengenai kemajuan atau perkembangan yang telah dicapai oleh anak didik setelah menjalani proses pendidikan. 

Dengan menggunakan data kuantitatif, seorang pendidik akan dapat memperoleh kepastian, ketimbang menggunakan data kualitatif. Karena dalam seluruh kegiatan penilaian hasil belajar dalam pendidikan, maka cara yang paling umum adalah dengan menggunakan data-data kuantitatif. 

Jadi tidak perlu diragukan lagi bahwa statistik dalam hal ini mempunyai fungsi yang sangat penting sebagai "alat bantu‟, yaitu alat bantu untuk mengolah, menganalisis, dan menyimpulkan hasil yang telah dicapai dalam kegiatan penilaian tersebut. 

Bagi pendidik profesional, statistik memiliki kegunaan yang cukup besar, sebab dengan menggunakan statistik sebagai alat bantu, maka pada data eksat akan didapatkan kegunaan-kegunaan sebagai berikut:
  1.  Memperoleh gambaran, baik gambaran umum maupun secara khusus tentang suatu gejala, keadaan atau peristiwa.
  2. Mengikuti perkembangan pasang-surut mengenai gejala, keadaan atau peristiwa, dari waktu ke waktu.
  3. Melakukan pengujian, apakah gejala yang satu berbeda dengan gejala yang lain. Jika terdapat perbedaan apakah perbedaan itu meyakinkan, ataukah perbedaan itu terjadi hanya kebetulan saja.
  4. Mengetahui apakah gejala yang satu ada hubungannya dengan gejala yang lain.
  5. Menyususun laporan yang berupa data kuantitatif dengan teratur, ringkas dan jelas.
  6. Menarik kesimpulan secara logis, mengambil keputusan secara tepat dan mantap, serta dapat memperkirakan atau meramalkan hal-hal yang mungkin saja terjadi di masa mendatang, dan langkah kongkrit apa yang perlu dilakukan pendidik.

Oleh: Abdy Busthan

2 Bentuk Statistik Pendidikan: Statistik Deskriptif dan Statistik Inferensial



Untuk menyelesaikan masalah dan berdasarkan tingkat pekerjaannya (tahapan yang ada dalam kegiatan statistik), maka statistik sebagai ilmu pengetahuan, dapat dibedakan menjadi dua golongan, yaitu: 1) statistik deskriptif, dan 2) statistik inferensial (Riduwan dan Sunarto, 2010: 3-4; Sudijono Anas, 2010: 4-5).

Statistik deskriptif (statistik dalam pengertian sempit). Statistik deskriptif merupakan fundamen dari ilmu statistik secara keseluruhan dan merupakan dasar dari seluruh struktur ilmu statistik. 


Menurut Sudijono (2010:5), untuk dapat mempelajari dan memahami statistik inferensial, seseorang harus lebih dahulu mempelajari statistik deskriptif. Sebab statistik ini berkenaan dengan deskripsi data, misalnya aktivitas menghitung rata-rata dan varians data mentah; mendeksripsikan menggunakan tabel-tabel atau grafik, sehingga data mentah lebih mudah di baca dan lebih bermakna. 

Statistika deskriptif berkenaan dengan cara bagaimana data dapat digambarkan (dideskripsikan) atau data disimpulkan, baik secara numerik (misalnya menghitung rata-rata dan deviasi standar) atau secara grafis (dalam bentuk tabel atau grafik), untuk mendapatkan gambaran sekilas mengenai data tersebut, sehingga lebih mudah di baca dan bermakna. 

Singkatnya, statistik deskriptif adalah statistik yang bertugas mengorganisasikan dan menganalisis data angka, agar dapat memberikan gambaran secara teratur, ringkas dan jelas mengenai gejala, peristiwa atau keadaan sehingga dapat ditarik pengertian atau makna tertentu. Statistik ini dikenal pula dengan istilah statistik deduktif, statistik sederhana, dan deskriptif statistiks.

Statistik inferensial (statistik dalam arti luas). Statistik inferensial sifatnya lebih mendalam dan merupakan tindak lanjut dari statistik deskriptif. Statistik inferensial berkenaan dengan permodelan data, serta cara melakukan pengambilan keputusan berdasarkan analisis data. 

Misalnya melakukan pengujian hipotesis, melakukan estimasi pengamatan masa mendatang (estimasi atau prediksi), membuat permodelan hubungan (korelasi, regresi, anova, deret waktu), melakukan prediksi observasi masa depan, atau membuat model regresi dan sebagainya. 

Jadi dapat dipahami bahwa statistik inferensial adalah statistik yang menyediakan aturan atau cara yang dapat dipergunakan sebagai alat dalam rangka mencoba menarik kesimpulan yang bersifat umum, dari sekumpulan data yang sudah disusun dan diolah. Statistik jenis ini dikenal pula dengan istilah statistik induktif, statisttik lanjut, dan inferensial statistics atau statistik mendalam.

Oleh: Abdy Busthan

Kecerdasan Religius (Spiritual Quotient = SQ)



Kecerdasan religius atau Spiritual Quotient (SQ) adalah “takut akan Tuhan”, yang menghasilkan tiga ranah kecerdasan, yang tingkatannya dimulai dengan:
  1. Kecerdasan Emosional (EQ)—Domain Afektif;
  2. Kecerdasan Kinestetis—Domain Psikomotorik
  3. Kecerdasan Intelektual (IQ)—Domain Kognitif
Daniel Goleman (2001), menyatakan bahwa, yang selama ini diistimewakan yakni “kecerdasan intelektual”, bukanlah penentu utama kesuksesan dari seorang manusia. Sehingga Goleman akhirnya menemukan teori kecerdasan emosional (EQ).

Namun tidak begitu lama, muncullah satu teori yang mengatakan bahwa kecerdasan emosional saja tidaklah cukup. Untuk menjadi benar-benar sukses dan bahagia, maka seseorang juga harus cerdas secara spiritual, yang biasa disebut dengan “kecerdasan spiritual” atau SQ (spiritual quotient).

Adalah psikolog Danah Zohar dan suaminya Ian Marshall, yang memunculkan Q yang ketiga yang disebutkan sebagai SQ, yaitu sebuah landasan untuk dapat memfungsikan IQ dan EQ secara efektif.

Melalui buku mereka berjudul “SQ: Spiritual Intelligence–The Ultimate Intelligence” (2000), mereka menyatakan bahwa kecerdasan spiritual tidak bisa di hitung, karena pertanyaan yang diberikan semata-mata merupakan latihan perenungan.

Menurut Zohar dan Marshall (2000), manusia pada zaman ini sedang hidup dalam budaya yang “bodoh secara spiritual.” Manusia sekarang ini, memang sedang kehilangan pemahaman terhadap nilai-nilai mendasar yang ditandai oleh materialisme, individualisme, egoisme, kebanyakan kehilangan makna dan komitmen.

Dengan kata lain manusia zaman ini sedang mengalami kekeringan spiritual di tengah pertumbuhan IQ manusia yang sangat tinggi dan di tengah perkembangan teknologi yang sangat pesat. 


Oleh karena itu, penting sekali bagi setiap orang bukan hanya meningkatkan serta mengembangkan kecerdasan intelektual dan kecerdasan emosi yang mereka miliki saja, tetapi sangat penting juga untuk meningkatkan dan mengembangkan kecerdasan spiritualnya.

Apakah SQ itu? Zohar dan Marshall dalam bukunya tidak memberikan batasan secara definitif. Mereka hanya menekankan pada aspek nilai dan makna sebagai unsur penting dari “Kecerdasan Spiritual” (SQ).

Jadi SQ adalah kecerdasan untuk menghadapi dan memecahkan masalah makna dan nilai, dan menempatkan perilaku dan hidup manusia dalam konteks makna yang lebih luas dan kaya; menilai bahwa tindakan atau jalan hidup seseorang lebih bermakna dibandingkan dengan pilihan-pilihan orang lain.

Berlandaskan pendapat beberapa ahli psikologi, seperti: Sigmund Freud, C. G. Jung, neurolog Persinger, Ramachandran, dan filsuf Daniel Dennett, Rene Descartes, selanjutnya Zohar dan Marshall mengulas mengenai “Kecerdasan Spiritual” yang disimbolkan sebagai "Teratai Diri" yaitu suatu hal yang bisa menggabungkan tiga kecerdasan dasar manusia (rasional, emosional, dan spiritual), tiga pemikiran (seri, asosiatif, dan penyatu), serta tiga jalan dasar pengetahuan (primer, sekunder dan tersier) dan tiga tingkatan diri (pusat-transpersonal, tengah-asosiatif & interpersonal, serta pinggiran-ego per-sonal).

SQ berkaitan dengan unsur pusat dari bagian diri manusia yang paling dalam, yang akan menjadi pemersatu seluruh bagian diri manusia. SQ adalah kecerdasan yang bertumpu pada bagian dalam diri manusia ini, dan yang berhubungan dengan kearifan dan kebijaksanaan di luar ego atau jiwa sadar. SQ juga menjadikan manusia yang benar-benar utuh secara intelektual, emosional dan spiritual. SQ adalah kecerdasan jiwa.

Jika dikaitkan dengan Kekristenan, apakah SQ ini merupakan hal baru yang belum pernah di bahas sama sekali dalam Alkitab? Tentu saja tidak, malah banyak sekali contoh-contoh pribadi-pribadi yang dicatat dalam Alkitab sebagai orang-orang yang memiliki kecerdasan spiritual (SQ).

Ambillah contoh tokoh Perjanjian Lama seperti Yusuf, Salomo dan Daniel, selain Yesus Kristus, tentunya yang merupakan “contoh khusus.” Boleh dibilang mereka-mereka itu adalah contoh dari pribadi-pribadi yang sangat cerdas secara spiritual (SQ).

Sebagaimana pada masa kehidupan mereka, banyak sekali cobaan-cobaan, kesulitan-kesulitan dan penderitaan serta tantangan yang mereka hadapi, yang bahkan menuntut nyawa mereka sebagai taruhan dalam perjalanan hidup mereka sebagai umat Allah, namun mereka berhasil tanpa terjatuh dalam kecacatan moral atau cacat spiritual sejauh Alkitab mencatatnya.

Pemahaman SQ yang Keliru
Memang, kebanyakan orang masih mendefinisikan kecerdasan spiritual (SQ) secara kasat mata, yaitu dengan konsep bahwa jika seseorang memiliki pengetahuan yang banyak serta memiliki pemahaman yang akurat terhadap ayat-ayat Alkitab, rajin beribadah dan rajin melayani, maka ia dapatlah disebut memiliki cerdas spiritual.

Pemahaman ini pada akhirnya akan membuat sebagian orang bingung, merasa tertipu, merasa dibohongi. Padahal kaca mata yang mereka pakai adalah keliru.

Karena antara pemahaman dan aktivitas beribadah dan tingkah laku dalam kehidupan sehari-hari, masih ada faktor lain yang tidak terlihat secara kasat mata yang termasuk dalam bagian kecerdasan spiritual (SQ) yaitu motivasi, ketulusan, kejujuran, integritas dan keotentikannya.

Banyak orang Kristen yang tidak mengalami makna sejati dari kehidupan Kekeristenannya jika mereka hanya fokus untuk meraih atau memiliki pengetahuan tentang Allah dan Alkitab saja, namun tidak hidup di dalamnya.

Anthony Dio Martin (2003) dalam bukunya yang berjudul “Emotional Quality Management”, menekankan bahwa manusia perlu berhati-hati dengan pertumbuhan EQ yang tidak berlandaskan pada prinsip-prinsip spiritualitas. Anthony menekankan bahwa bisa saja terjadi di mana EQ berkembang tanpa spiritualitas. Dan oleh karena itu maka EQ pun dapat dengan mudah untuk dimanipulasi.

Anthony menjelaskan bahwa selama ratusan tahun telah menunjukkan banyak diantara para pemimpin dunia yang memiliki kecerdasan emosional yang akhirnya dengan mudah mereka memanipulasi rakyat secara destruktif dan sangat merugikan, sehingga jutaan rakyat dicampakkan dalam jurang kesengsaraan.

Jadi, tanpa kendali dari SQ, kekuatan EQ akan berkembang menjadi kekuatan yang jahat dan penuh pura-pura. Marilah kita mulai melatih dan mengembangkan kecerdasan spiritual dengan merendahkan diri dan menundukkan diri untuk mengikuti dan menataai perintah Tuhan.

Yesus berkata bahwa, pusat dari spiritualitas manusia adalah relasi yang intim dan benar, yang secara terus menerus di dalam Dia: “Tinggallah di dalam Aku dan Aku di dalam kamu. Sama seperti ranting tidak dapat berbuah dari dirinya sendiri, kalau ia tidak tinggal pada pokok anggur, demikian juga kamu tidak berbuah, jikalau kamu tidak tinggal di dalam Aku. Akulah pokok anggur dan kamulah ranting-rantingnya. Barangsiapa tinggal di dalam Aku dan Aku di dalam dia, ia berbuah banyak, sebab di luar Aku kamu tidak dapat berbuat apa-apa.” Yohanes 15:4-5.

Oleh: Abdy Busthan

Pendidikan Hati Nurani: Dasar Pengolahan Hati dalam Pendidikan



Orang hebat bukanlah mereka yang memiliki tingkat pengetahuan yang tinggi, bukan pula orang yang memiliki keadaan fisik yang sempurna, tetapi orang yang hebat adalah orang yang memiliki “hati yang besar”. 

Hati yang besar akan selalu siap menyikapi segala sesuatunya dengan positif dan gembira. Itulah sebabnya hati yang gembira adalah obat kehidupan (Amsal 17:22). Apa gunanya suatu pengetahuan yang tinggi, jika toh pada akhirnya nanti ia akan merusak batas-batas kehidupan bersama? Apa pula manfaatnya memiliki fisik yang tegap nan sempurna, jika toh pada akhirnya ia merusak diri sendiri dan orang lain?

Dalam konteks kebudayaan Yunani kuno, pendidikan dapatlah diilustrasikan sebagai pengolahan tanah pertanian. Dimana benih dapat tumbuh dengan baik dan menghasilkan buah.

Tampak di sini bahwa pendidikan merupakan usaha terpadu untuk memanusiakan manusia, juga membentuk karakter, sehingga menghasilkan “pribadi” yang sejatinya dapat memiliki keutamaan.

Jadi melalui pendidikan, setiap individu mampu membangun sinergi konstruktif bagi pengaktualan potensi kecerdasan dalam diri mereka.

Maka salah satu tujuan pendidikan di Yunani Kuno adalah suatu proses dalam menumbuhkan kesadaran diri warga negara akan seperangkat aturan dan tanggung jawabnya kepada Negara.

Pada zaman renaisans, tepatnya pemerintahan Paus Pius II, dia juga mendefinisikan pendidikan sebagai proses menanamkan kebiasaan yang terbukti baik untuk masa depan anak didik (siswa).

Sehingga pada masa itu pendidikan banyak diarahkan pada proses pembentukan keutamaan dan kebijaksanaan yang berdasarkan pada pengelolaan hati i dari nsan pendidikan.

Pengolahan Hati
Pentingnya “pengolahan hati” dalam proses pendidikan, merupakan hak natural setiap manusia. Melalui kebebasan hati, setiap individu 
dibentuk untuk berani bertanggung jawab atas dirinya sendiri.
Melalui pendidikan hati, setiap individu yang mengenyam pendidikan, tidak hanya mengetahui kebenaran, tapi juga mampu mencintai dan melakukan kebaikan.
Artinya bahwa, setiap peserta didik tidak hanya menjadi orang pintar secara akal budi, tapi juga menjadi orang yang cerdas dan baik secara hati nurani dan perasaan (bijaksana).

Karena itu, pendidikan tidak boleh hanya menyangkut persoalan transfer pengetahuan dan informasi semata, tetapi ia juga harus membentuk ‘hati nurani’. Sehingga dapat membantu setiap siswa untuk bisa mengendalikan sikap dan perbuatannya dalam mengekspresikan diri secara lebih proporsional dan memadai.

Pendidikan hati bertujuan untuk mengolah setiap potensi-potensi yang dimiliki seseorang untuk menjadi lebih manusiawi dan imajinatif. Agar dapat memampukan setiap individu membangun sikap kesadaran diri yang kritis atas apa yang telah terjadi dalam diri dan lingkungannya.

Idealnya, pendidikan hati mampu menyentuh aspek pribadi individu, yakni dalam membentuk integritas, moralitas, mentalitas dan pribadi yang unggul (berkeutamaan).

Pendidikan semacam ini mampu mengembangkan kepribadian seperti olah pikir, olah rasa, dan olah karsa. Tentunya, hasil pendidikan hati akan membuat setiap siswa bisa mempraktikkan nilai-nilai kebenaran (verum), keindahan (pulcrum), dan kebaikan (bonum).

Itu sebabnya, pendidikan bukan soal kemampuan otak dan tangan saja, tetapi juga soal hati dan jiwa (ruh). Sebab pendidikan mencakup pengembangan logos, eros, ethos, dan pathos.

Artinya, dalam proses pendidikan, aspek intelektualitas, kreativitas, dan integritas serta solidaritas, haruslah dikembangkan secara integral, yang kesemuanya berpusat pada ortopedagogik hati nurani yang proporsional.

Sehingga benarlah apa yang diungkapkan Hedricks (1987) bahwa mengajar dengan kepala sangatlah mudah, tetapi mengajar dengan hati jauh lebih sulit; meski dengan pasti akan selalu lebih bermanfaat. Sebab sesungguhnya itulah prinsip mengajar yang mengubah hidup.

Oleh: Abdy Busthan

Discovery Learning Bruner: Dasar dan Prinsip-Prinsip Belajar Penemuan Berbasis Teori Belajar Kognitif



Jerome Seymour Bruner, dilahirkan tanggal 1 Oktober 1915, tepatnya di kota New York, Amerika. Orang tuanya adalah Heman dan Rose Bruner yang berimigrasi dari negara Polandia. Bruner lebih di kenal khalayak sebagai seorang psikolog yang banyak membuat kontribusi signifikan terhadap bidang psikologi manusia, yaitu pada konsentrasi kognitif dan teori belajar kognitif dalam psikologi pendidikan, serta sejarah dan filsafat pendidikan secara umum (dalam Busthan Abdy, 2016:90)

Belajar penemuan atau discovery learning merupakan model pembelajaran yang di gagas oleh salah satu legendaris teori belajar kognitif, Jerome Seymour Bruner (1915).

Prinsip dasar Bruner bahwa anak harus berperan aktif dalam belajar di kelas. Itu sebabnya, metode discovery diartikan sebagai prosedur mengajar yang mementingkan pengajaran perseorangan, dengan banyak memanipulasi objek sebelum sampai pada tahapan generalisasi.

Bruner mempelopori aliran psikologi kognitif yang memberikan dorongan agar pendidikan selalu memberikan perhatian pada pentingnya pengembangan berpikir. Bruner banyak memberikan pandangan perkembangan kognitif manusia seperti: bagaimana manusia belajar, atau memperoleh pengetahuan dengan mentransformasi pengetahuan itu.

Dasar pemikiran teori ini adalah pandangan Bruner yang menyatakan bahwa manusia pada dasarnya adalah pemproses, pemikir, dan pencipta informasi. Bruner menyatakan bahwa belajar merupakan suatu proses aktif yang memungkinkan manusia untuk menemukan hal-hal baru diluar informasi yang diberikan kepada dirinya. Inilah landasan dasar teori “discovery learning” dari Bruner.

Pandangan Bruner secara keseluruhan menyatakan bahwa pendidikan tidak harus fokus hanya pada menghapal fakta saja., dimana Bruner menulis dalam bukunya yang berkaitan dengan proses pendidikan bahwa “Mengetahui bagaimana sesuatu bernilai, mengumpulkan seribu fakta tentang hal itu“.

Sejak tahun 1964-1996, Bruner mengembangkan kurikulum lengkap untuk sistem pendidikan yang memenuhi kebutuhan siswa dalam tiga bidang utama yang ia sebut “Man: A Course of Study”. Asumsinya bahwa Bruner ingin menciptakan lingkungan pendidikan yang fokus pada jawaban atas tiga pertanyaan ini:

Apa yang unik tentang manusia?Bagaimana manusia menjadi seperti itu?Bagaimana manusia bisa menjadi lebih?

Tahapan Pembelajaran Discovery

Bruner menjadi sangat terkenal karena ia lebih peduli terhadap “proses belajar” daripada hasil belajar. Metode yang digunakannya adalah metode penemuan (discovery learning) itu sendiri. Dalam teori belajarnya, Bruner berpendapat bahwa, kegiatan belajar akan berjalan baik dan kreatif, jika siswa yang terlibat didalamnya dapat menemukan sendiri suatu aturan atau kesimpulan tertentu.

Menurut Busthan Abdy (2016:101), Bruner membagi pembelajaran discovery learning ini menjadi tiga tahapan. Ketiga tahapan itu adalah sebagai berikut:

  1. Tahap Informasi—yaitu tahap awal untuk memperoleh pengetahuan atau pengalaman baru
  2. Tahap Transformasi—yaitu suatu tahap memahami, mencerna dan menganalisis pengetahuan baru serta mentransformasikan dalam bentuk baru, yang mungkin bermanfaat untuk hal hal yang lain
  3. Evaluasi—yaitu tahapan dalam hal mengetahui apakah hasil tranformasi pada tahap kedua tadi benar atau tidak. Yang Bruner persoalkan di sini adalah seberapa banyak informasi itu menjadi diperlukan agar dapat ditransformasikan kembali dengan lebih baik.
Menurut Bruner, langkah paling baik dalam belajar yaitu dengan melakukan penyusunan presentasinya. Karena dalam langkah awal belajar konsep, pengertian akan lebih melekat bila kegiatan-kegiatan diarahkan pada representasi (model) konsep yang dilakukan oleh siswa sendiri dan antara pelajaran yang lalu dengan yang baru dipelajari harus ada kaitannya.

Sebab menurut Bruner, tujuannya agar proses mempelajari sesuatu pengetahuan atau kemampuan berlangsung secara optimal, dalam arti pengetahuan atau kemampuan dapat diinternalisasi dalam struktur kognitif orang yang bersangkutan.

Pada dasarnya, yang terlihat pada setiap individu pada waktu mengalami atau mengenal peristiwa yang ada di dalam lingkungannya, dia akan menemukan cara untuk menyatakan kembali peristiwa tersebut di dalam pikirannya sendiri—yaitu suatu model mental tentang peristiwa yang dialaminya. Kajian Bruner menekankan perkembangan kognitif. Dimana Bruner menekankan cara-cara manusia berinteraksi dalam alam sekitar dan menggambarkan pengalamannya secara lebih mendalam.

Oleh: Abdy Busthan
Tulisan ini diambil dari buku:
Judul : Pembelajaran Kognitif
Penulis: Abdy Busthan
Tahun : 2016
Penerbit: Desna Life Ministry
Alamat Penerbit: Kupang

Pembelajaran SASKRIM 5 IS Berdasarkan Model Discovery Learning



SASKRIM 5 IS adalah model pembelajaran yang di runut berdasarkan hukum-hukum pembelajaran discovery learning dari Jerome Bruner (1915).

Bruner menjadi sangat terkenal, ketika dia peduli terhadap proses belajar daripada hasil belajar. Metode yang digunakannya adalah ‘metode penemuan’ (discovery learning). Metode discovery learning dari Bruner ini merupakan model pembelajaran yang dikembangkan berdasarkan pandangan kognitif tentang pembelajaran, tetapi menggunakan prinsip-prinsip konstruktivitas, dimana dalam proses belajar, dibedakan tiga fase, yakni (1) informasi, (2) transformasi, dan (3) evaluasi (pengkajian pengetahuan).

Berdasarkan 3 (tiga) tahapan pembelajaran yang dijabarkan Bruner di atas, maka model SASKRIM 5 IS kemudian mengembangkan 3 tahapan tersebut secara lebih sistematis dan efektif, dimana pada fase pertama, yakni tahap informasi, dikembangkan menjadi satu bagian yaitu ‘strategis’. Sementara untuk fase kedua, yaitu transformasi, dikembangkan menjadi tiga bagian penting yaitu ‘analisis’, ‘skeptis’ dan ‘kritis’—sebab setiap aktivitas transformasi selalu dilakukan analisis yang sifatnya skeptis dan bernilai kritis.

Sehingga pada fase terakhir yaitu evaluasi, dikembangkan menjadi ‘pragmatis’, dengan maksud bahwa segala sesuatunya dapat di evaluasi secara singkat, padat dan tepat guna.

Berikut ke-lima bagian penting dari model “SASKRIM 5 – is” dalam pembelajaran, sebagaimana dikutip dari Busthan Abdy (2016:5-9)

Strategis, merupakan a plan, method, or series of activities designed to achieves a particular education goal. Artinya bahwa, strategi dalam lingkup pembelajaran, merupakan sebuah perencanaan yang tersusun dengan baik, dalam rangkaian kegiatan yang didesain untuk mencapai tujuan pendidikan tertentu. Dalam hal ini, segala bentuk pembelajaran, apapun bentuknya, setidaknya dimulai dengan rancangan terlebih dahulu. Rancangan yang baik, tentunya akan menghasilkan hasil yang baik, jika dibalik juga sama dengan itu.

Analisis, adalah langkah pertama setelah proses strategis (perencanaan), yang merupakan penguraian suatu persoalan (tema) atas berbagai bagiannya dan penelaahan bagian itu sendiri, serta menghubungkan antar bagian untuk memperoleh pengertian yang tepat, guna pemahaman arti keseluruhan. Dalam pembelajaran, aktivitas menganalisis merupakan sesuatu yang aksiomatis untuk memecahkan persoalan-persoalan belajar.

Skeptis, merupakan suatu konsep yang merujuk pada “meragukan segala sesuatu”. Ketika mendengar satu pernyataan, seseorang tidak langsung menelan bulat-bulat pernyataan tersebut. Dengan kata lain, skeptis artinya sifat meragukan sesuatu. Tidak mau menerima dengan mudah apa adanya. Selalu meragukan sesuatu jika belum ada bukti yang benar-benar jelas. Sifat semacam ini penting dalam pembelajaran agar ditemukan suatu kepastian yang akurat dan seimbang. Jika guru menyatakan sebuah teori misalnya “Gelap itu hitam!”, maka siswa harus bertanya, mana buktinya? Sebab Ilmu selalu mempertanyakan bukti. Jika komunitas ilmuwan langsung mempercayai segala sesuatu yang didengar dan dilihatnya tanpa bukti, maka ilmu pengetahuan akan dipenuhi hal-hal yang tidak bisa dipercaya kebenarannya.

Kritis, adalah ketajaman dalam menganalisis. Kemampaun berpikir kristis merupakan kegiatan penalaran yang reflektif dan kreatif, sehingga berorientasi pada proses intelektual yang melibatkan pembentukan konsep (conceptualizing), juga aplikatif dalam menilai informasi yang terkumpul (sintesis) atau yang dihasilkan melalui pengamatan, pengalaman, refleksi, serta komunikasi sebagai landasan terhadap keyakinan (kepercayaan) dan tindakan. Dalam proses pembelajaran, berpikir kritis adalah suatu keaktifan siswa yang berdampak pada penemuan ide dan gagasan baru terhadap tujuan tertentu. Siswa berpikir kritis untuk menemukan pemahaman yang dikehendakinya. Agar komunikasi dalam proses belajat-mengajar terjadi secara andragogik (bersifat dua arah) serta ambigu, maka sikap kritis ini memiliki 3 (tiga) prinsip, yaitu 1) sikap tidak mudah percaya, 2) berusaha selalu menemukan kesalahan, dan 3) rasa ingin tahu yang tajam.

Pragmatis, adalah bagian evaluasi yang harus bersifat praktis dan berguna secara universal. Dalam pembelajaran, tahap ini dilakukan pada bagian akhir dari proses pembelajaran. Tahapan ini lebih mengutamakan penilaian yang berdasarkan pada segi kepraktisan dan kegunaan atau kemanfaatan yang dilakukan berhubungan dengan nilai-nilai praktis (pragmatisme). Seperti dikatakan.......“pragmatism is thinking about or treating things in a practical way rather than according to general theories”. Dalam pemahamannya bahwa, setiap proses belajar-mengajar, seharusnya diakhiri dengan menempatkan segala sesuatunya dalam ranah praktik daripada hanya berdasarkan teori semata. Sebab hal ini akan menghindari penilaian yang sifatnya subjektif.

Oleh Abdy Busthan


Untuk lebih jelasnya, ke-lima bagian dalam model pembelajaran SASKRIM 5–is sebagaimana yang telah dijelaskan di atas, dapat dipelajari secara mendetail dalam buku ini.

(Kontak HP/WhatsApp: 081333343222)

Pengertian dan Pemahaman Tentang Konsep Analisis Kebijakan dalam Pendidikan


Istilah “kebijakan”, dapat dipahami sebagai aturan tertulis yang merupakan suatu keputusan formal dalam organisasi yang bersifat mengikat dan dapat mengatur perilaku. Tujuannya adalah untuk menciptakan tata nilai baru dalam masyarakat.

Jadi, kebijakan dalam hal ini, akan menjadi rujukan utama, bagi para anggota organisasi atau anggota masyarakat dalam berperilaku (Dunn, 1976).

Secara umum, kebijakan lebih bersifat problem solving dan proaktif. Tentunya berbeda dengan konsep hukum (law) dan peraturan (regulation), kebijakan di sini lebih adaptif dan interpretatif,—yang meskipun kebijakan juga mengatur “apa yang boleh”, dan “apa yang tidak boleh”—dalam pemahaman bahwa kebijakan diharapkan dapat bersifat umum, tetapi tanpa menghilangkan ciri lokalnya yang spesifik. Sebab kebijakan harus memberikan peluang diinterpretasikan sesuai kondisi spesifik yang ada.

Pengertian Analisis Kebijakan
Secara sederhana, “kebijakan” adalah sebuah solusi atas penyelesaian suatu persoalan (masalah). Namun pada perkembangannya, istilah kebijakan (policy) seringkali dipersepsikan sebagian kalangan, sama persis dengan istilah-istilah seperti politik, program, keputusan, undang-undang, peraturan dan aturan-aturan, ketentuan-ketentuan, kesepakatan, dan konvensi, serta rencana strategis. Padahal fokus utama kebijakan adalah pelayanan publik, yang merupakan seperangkat sistem dalam negara, untuk meningkatkan kualitas dari kehidupan rakyatnya—orang banyak (umum, public).

Kebijakan merupakan sebuah konsep dan asas yang menjadi pedoman dalam pelaksanaan suatu pekerjaan, kepemimpinan, dan cara bertindak dalam pemerintahan negara. Sebagaimana kebijakan politik adalah sistem konsep resmi dari landasan atau pedoman perilaku politik negara—dalam pelaksanaan suatu pekerjaan, kepemimpinan, dan cara bertindak.

Namun dalam alam realitas, kebijakan yang lahir belum tentu menyenangkan dan dapat diterima semua yang menjadi bagian didalamnya—sekaligus pelaksana kebijakan—tetapi jika suatu kebijakan tidak diputuskan, bisa jadi dapat merugikan semuanya. Pada titik ini, kebijakan seringkali tidak efektif, akibat tidak cermat dalam merumuskan masalah yang ada. Dengan kata lain, kebijakan sebagai obat, seringkali tidak manjur bahkan justru mematikan, akibat diagnosa masalah atau penyakitnya keliru.

Terkait dengan definisi dari “analisis kebijakan”, sebenarnya dengan adanya definisi yang sama di kalangan pembuat kebijakan dan ahli kebijakan, juga masyarakat yang mengetahui tentang kebijakan—maka setidaknya—defenisi dari kebijakan tidak dapat dijadikan sebuah masalah yang sifatnya kaku, karena diharapkan adanya titik temu dalam persepsi kebijakan itu sendiri.

Secara etimologis, istilah “kebijakan”, adalah istilah yang diterjemahkan dari kata “policy”. Dalam hal ini, kata ‘policy’ secara etimologis di ambil dari bahasa Yunani, Sansekerta dan Latin. Akar kata “policy” dalam bahasa Yunani adalah “polis”, yang berarti negara kota. Sedangkan dalam bahasa Sansekerta adalah “pur” berarti "kota". Selanjutnya kata ini berkembang dalam bahasa Latin yaitu “politic” yang berarti negara (dalam Busthan Abdy, 2016:19).

Dalam bahasa Inggris pertengahan, muncul pula kata “policie” yang menjadi “policy”, yaitu kata yang menunjuk kepada perbuatan yang berhubungan dengan masalah kenegaraan dan administrasi pemerintahan. Asal kata “policy” sama dengan asal dua kata latin, yaitu “polis” dan “politic”.

Sehingga dapat memberikan penjelasan mengapa dalam bahasa modern, seperti bahasa Jerman dan Rusia, hanya mempunyai satu kata (politik, politikal) yang keduanya menunjuk kepada "kebijakan dan politik".

Jika kata “kebijakan” ditambahkan dengan kata “analisis”, maka terbentuklah konsep “Analisis Kebijakan”. Menurut Wayne Parsons (2008) dalam Busthan Abdy (2016:19), dalam kajian tentang kebijakan publik, terdapat dua pendekatan yaitu: 1) Analysis of the policy process (Proses Pembuatan Kebijakan); dan 2) Analysis in and for the policy process (Analisis Kebijakan).

Analysis of the policy process, atau proses pembuatan kebijakan, lebih berkaitan dengan bagaimana masalah kebijakan itu dirumuskan dengan agenda kebijakan yang ditentukan; dan bagaimana nantinya suatu kebijakan itu dirumuskan; juga bagaimana keputusan kebijakan itu akan diambil; serta bagaimana nantinya kebijakan itu selanjutnya dilaksanakan dan dievaluasi.

Analysis in and for the policy process atau analisis kebijakan, mencakup teknik-teknik analitik, riset, advokasi (advocacy) dalam perumusan masalah, kebijakan dalam pengambilan keputusan kebijakan, serta pelaksanaan kebijakan dan evaluasi kebijakan.

Berdasarkan kedua kajian kebijakan publik di atas, maka analisis kebijakan publik (policy analysis) adalah kajian multidisiplin tentang kebijakan publik yang bertujuan mengintegrasikan dan mengkontektualsasikan model serta riset dari disiplin–disiplin tersebut yang mengandung orientasi problem dan kebijakan (Parson, 2008).

Selanjutnya Patton & Sawicki (1986) menyatakan bahwa, analisis kebijakan adalah suatu rangkaian proses dalam menghasilkan kebijakan. Senada dengan pendapat ini, Suryadi dan Tilaar (1994) berpendapat bahwa, analisis kebijakan merupakan suatu cara atau prosedur dalam menggunakan pemahaman manusia terhadap dan untuk pemecahan masalah kebijakan.

Stokey & Zekhauser (1978), mengartikan analisis kebijakan sebagai suatu proses yang rasional dengan menggunakan metode dan teknik yang juga rasional. Lalu defenisi ini dipersempit lagi dengan menyatakan bahwa analisis kebijakan hanya untuk para pembuat keputusan yang rasional, yaitu sebagai penentu tujuan kebijakan dan yang menggunakan proses logika dalam menelusuri cara terbaik untuk mencapai suatu tujuan.

Tidak jauh berbeda dengan apa yang diungkapkan di atas, menurut MacRae Duncan (1976), analisis kebijakan adalah sebagai suatu disiplin ilmu sosial terapan yang menggunakan argumentasi rasional dengan menggunakan fakta-fakta untuk menjelaskan, menilai, dan membuahkan pemikiran dalam rangka upaya memecahkan masalah publik.

Definisi kerja analisis kebijakan menurut Duncan di atas, dapat dikategorikan sebagai suatu disiplin ilmu sosial terapan yang lebih menggunakan metode inquiri dan argumentasi berganda, yaitu untuk menghasilkan dan mendayagunakan informasi kebijakan yang sesuai dalam proses pengambilan keputusan yang bersifat politis, sebagai upayanya untuk memecahkan masalah kebijakan.

Pada titik ini, maka menurut Busthan Abdy (2016:21-22), setidaknya terdapat 4 (empat) hal penting untuk memahami konsep analisis kebijakan ini, yaitu sebagai berikut:

Analisis kebijakan sebagai ilmu sosial terapan, artinya merupakan sebuah hasil nyata dari suatu misi ilmu pengetahuan yang terlahir dari gerakan profesionalisme ilmu-ilmu sosial.
Menghasilkan dan mendayagunakan informasi. Dalam hal ini, bagian-bagian kegiatan analisis kebijakan adalah pengumpulan, pengolahan, dan pendayagunaan data yang ada, agar menjadi masukan yang berguna bagi para pembuat keputusan.
Penggunaan “metode inquiri” dan argumentasi berganda. Dalam hal ini, digunakan jenis-jenis metode dan teknik dalam analisis kebijakan, seperti metode yang sifatnya deskriptif, dan metode yang sifatnya preskriptif; metode yang bersifat kuantitatif dan yang bersifat kualitatif. Penggunaan metode-metode tersebut sangat tergantung pada sifat isu kebijakan yang sedang disoroti.
Pengambilan keputusan bersifat politis. Memiliki pemahaman tentang suatu proses pendayagunaan informasi didalam proses pembuatan kebijakan publik.Berdasarkan keempat konsep analisis kebijakan di atas, maka komponen dan elemen utama dalam kebijakan adalah:
1) Pelaku kebijakan
2) Lingkungan kebijakan
3) Kebijakan publik.

Dari beberapa definisi para ahli di atas, dapat dipahami bahwa analisis kebijakan adalah suatu metode penggunakan argumentasi rasional, yang didasarkan pada fakta-fakta, untuk menjelaskan, menilai, membuahkan pemikiran-pemikiran, demi mengupayakan pemecahan masalah-masalah publik; atau bisa dikatakan sebagai suatu prosedur dalam menggunakan metode inquiri dan argumentasi berganda, yaitu untuk menghasilkan dan mendayagunakan informasi kebijakan yang sesuai dengan proses pengambilan keputusan yang bersifat politis, dalam rangka memecahkan masalah-masalah kebijakan (Busthan Abdy, 2016:22)

Hal penting lainnya, bahwa menurut Duncan (1976), penggunaan istilah analisis kebijakan, lebih dikedepankan daripada pengertian kebijakan—karena analisis kebijakan merupakan sisi baru dari perkembangan ilmu sosial untuk pengamalannya dalam kehidupan sehari-hari.

Karena itu, analisis kebijakan didefinisikan pula sebagai disiplin ilmu terapan (policy sciences) yang memanfaatkan berbagai metode dan teknik dalam ilmu sosial untuk menghasilkan informasi yang relevan dan diperlukan dalam praktek pengambilan keputusan di sektor publik dan perumusan sebuah kebijakan publik.

Bahkan analisis kebijakan dapat dianggap sebagai salah satu unsur sistem kebijakan (policy system) atau seluruh institusional tempat di dalam kebijakan dibuat, yang mencakup hubungan timbal balik diantara tiga unsur atau elemen kebijakan, yaitu kebijakan publik, pelaku kebijakan dan lingkungan kebijakan.

Dalam hal ini, Dunn dalam Busthan Abdy (2016:23) menggambarkan tentang penggunaan komponen-komponen prosedur metodologi untuk melaksanakan analisis suatu kebijakan dalam suatu sistem. Komponen-komponen yang dimaksudkan dalam prosedur metodologi analisis kebijakan ini adalah hal-hal seperti: perumusan masalah, hal peramalan, rekomendasi, pemantauan dan evaluasi. Jadi, melakukan analisis kebijakan berarti menggunakan kelima prosedur metodologi tersebut dalam proses kajiannya.

Dengan memperhatikan batasan dan pernyataan di atas, maka kebijakan publik adalah segala sesuatu yang dikerjakan, tetapi juga yang tidak dikerjakan oleh pemerintah sebagai tokoh sentral kebijakan publik.

Dengan demikian, dapatlah dipahami bahwa, kebijakan publik erat kaitannya dengan berbagai produk kebijakan yang dikeluarkan lembaga pemerintah, untuk kepentingan seluruh masyarakat melalui berbagai strategi dan program pembangunan.

Produk dari kebijakan publik dapat tertuang dalam suatu produk hukum untuk mengatur masyarakat. Dan jika dilihat dari bentuknya, maka secara luas, terdiri dari dua bagian, yaitu: (1) Kebijakan dalam bentuk peraturan pemerintah yang tertuang secara tertulis dalam peraturan perundang-undangan; (2) Kebijakan berbentuk peraturan-peraturan yang tidak tertulis, tapi disepakati (konvensi).

Pengertian Analisis Kebijakan Pendidikan
Dalam kajian tentang pendidikan, si jenius Albert Einstein menyatakan bahwa pendidikan dalam keberlangsungannya di sekolah, jika tanpa dukungan dari apa yang terjadi melalui “pengalaman” dan “realitas pribadi” dari individu, maka ia hanya menghasilkan guru-guru dalam kelas yang mirip seperti Sersan, dan jika di gedung olahraga juga mirip seperti Letnan (Busthan Abdy 2014:73). Kalimat ini bisa dipahami bahwa persoalan-persoalan pendidikan yang dalam pemahamannya secara universal, haruslah mengacu pada bagaimana dan di mana kondisi siswa itu berada (kontekstual). Karenanya, menurut Einstein bahwa pengertian pendidikan mencakup dua hal.

Pertama. Dalam dunia pendidikan di sekolah, komentar kritis siswa harus diterima dengan semangat persahabatan. Karena itu maka dengan bertumpuknya bahan pelajaran disekolah, seharusnya tidak dijadikan untuk menindas kemerdekaan siswa. Sebab keunggulan kompetitif sebuah masyarakat, bukanlah suatu hasil dari seberapa bagusnya sekolah dapat merangsang imajinasi dan kreatifitas. Sehingga kredo yang elegan dan sekaligus menarik adalah alam yang merupakan realisasi gagasan matematis paling sederhana yang dipikirkan. Karena itu, realitas adalah teori yang akan mewakili berbagai hal itu sendiri, dan bukan sekedar propabilitas kejadiannya (Isaacson Walter, 2013: 7, 372-373)

Kedua. Seluruh ilmu pengetahuan, tidaklah lebih dari suatu penyempurnaan pemikiran sehari-hari. Karena imajinasi itu lebih penting dari pengetahuan. Sehingga pendidikan adalah dengan menemukan masalah yang tepat, memecahkan polanya, melanggar aturannya dan tumbuhkan solusinya. (Thorpe Scott, 2002: 24, 26, 73).

Dalam kedua definisi Einstein di atas, setidaknya dapat ditarik garis pemahaman mendasar bahwa, ide-ide-ide dan gagasan-gagasan pendidikan, haruslah mengacu pada persoalan-persoalan dalam ‘realitas nyata’ di mana siswa berada. Sehingga nantinya dapatlah ditemukan suatu kebijakan pendidikan yang dijadikan jalan keluar untuk mengatasi persoalan-persoalan pendidikan yang berpusat pada realitas nyata di mana siswa itu berada.

Selanjutnya pendidikan berdasarkan konsep dari Ki Hajar Dewantara (dalam Samho Bartolomeus, 2013:74-75) adalah sebagai berikut:

Pertama. Pendidikan merupakan suatu daya upaya untuk memajukan budi pekerti (karakter, kekuatan bathin), pikiran (intelektual) dan jasmani dari anak-anak, agar supaya menjadi ‘selaras’ dengan alam yang didalamnya apat pula masyarakat

Kedua. Pendidikan dan pengajaran merupakan daya upaya yang dilakukan dengan sengaja dan secara terpadu dalam rangka memerdekakan aspek lahiriah pengetahuan dan batiniah manusia. Dalam hal ini pengajaran adalah salah satu bagian dari pendidikan, dalam arti bahwa, pendidikan dengan memberikan ilmu atau pengetahuan dengan kecakapan, pengertian, serta pelatihan kepandaian kepada anak-anak, yang dapat berfaedah buat hidup anak-anak, baik lahir maupun batin. Sebab pada umumnya, pengajaran dapat memerdekakan manusia atas hidup lahirnya, sehingga dapat menjadi pintar, cerdas dan terampil.

Ketiga.
Dalam pengertian umum, pendidikan adalah tuntunan dalam hidup tumbuhnya anak, yang menuntun segala kekuatan kodrat yang ada pada anak-anak, agar mereka sebagai manusia yang juga bagian dari masyarakat, dapat mencapai keselamatan dan yang setinggi-tingginya.

Dengan mengacu pada apa yang diuraikan bapak pendidikan nasional di atas, selanjutnya menurut Kande A Fredrick dan Sukoco Heru (2010:43) bahwa analisis kebijakan pendidikan adalah suatu kegiatan yang dilakukan oleh para analis dengan menggunakan satu atau kombinasi metode untuk menghasilkan rekomendasi sebagai landasan dalam membuat rencana tindakan yang berguna dan sesuai dengan visi, misi, dan tujuan pendidikan dalam kurun waktu tertentu. Dari defenisi ini, maka terdapat elemen pokok dalam analisis kebijakan pendidikan, yaitu:
1) Kegiatan;
2) Analisis;
3) Satu atau kombinasi metode;
4) Rekomendasi rencana tindakan.

Itulah sebabnya, analisis kebijakan pendidikan dapat dikatakan sebagai suatu proses yang dapat menghasilkan informasi teknis sebagai sebuah masukan bagi perumusan beberapa alternatif kebijakan yang didukung oleh informasi teknis pula, yaitu dalam bidang pendidikan. Informasi teknis ini merupakan suatu satuan pernyataan tentang kebenaran induktif, yang didukung oleh kebenaran empiris, sebagai hasil dari rangkaian analisis data.

Sehingga pemahaman dari analisis kebijakan pendidikan, akan lebih merupakan suatu kegiatan dalam menghasilkan informasi kependidikan dengan cara ‘menggunakan data’ sebagai masukan, untuk melakukan perumusan beberapa alternatif kebijakan yang dalam pengambilan keputusannya yang bersifat politis untuk memecahkan masalah kependidikan. Jadi, analisis kebijakan pendidikan, tidak semata-mata melakukan analisis terhadap data dan informasi saja, akan tetapi lebih memperhatikan seluruh aspek yang menyangkut proses pembuatan suatu kebijakan, mulai dari analisis terhadap masalahnya, pengumpulan informasi, penentuan alternatif kebijakan, sampai kepada penyampaian alternatif tersebut terhadap para pembuat keputusan.

Kemudian rumusan dalam alternatif kebijakan yang dihasilkan dari suatu proses analisis kebijakan ini, tidak dengan sendirinya atau tidak secara langsung, dapatlah dijadikan suatu kebijakan. Jika rumusan kebijakan ini sudah didukung oleh kekuatan otoritas alternatif, maka alternatif kebijakan itu sendiri akan berubah menjadi suatu kebijakan.

Prosedur yang menghasilkan alternatif kebijakan, merupakan proses rasional. Sedangkan terjadinya kebijakan itu sendiri merupakan proses politik. Harus digaribawahi, bahwa pemisahan anatara proses yang rasional dengan proses politik dalam pengambilan kebijakan, biasanya kurang menggambarkan suatu keadaan sebenarnya yang terjadi di lapangan.

Sebab dalam alam realitas, banyak dijumpai proses yang rasional dalam analisis kebijakan, yang juga merupakan bagian yang tak terpisahkan dari proses politik itu sendiri. Proses yang rasional empiris dalam analisis kebijakan tersebut, sering digunakan sebagai alasan dasar dalam suatu perjuangan politik dari salah satu kepentingan.

Mungkin juga sebaliknya, bahwa proses politik itu sendiri lebih merupakan salah satu bentuk proses rasional karena politik berbicara mengenai kepentingan masyarakat banyak.

(oleh: Abdy Busthan)

Buku Rujukan:
Busthan Abdy (2016). Analisis Kebijakan Pendidikan. (hal. 17-28). Kupang: Desna Life Ministry