BREAKING NEWS
latest

728x90

Ads

468x60

header-ad

Pragmatisme Pendidikan: Belajar adalah Pengalaman Hidup



Filsafat pragmatisme, mencoba mengisi ruang dan waktu untuk turut mencari solusi terbaik terhadap model pendidikan yang dianggap selangkah ketinggalan dengan perkembangan pola pikir manusia itu sendiri. 

Seiring dengan perkembangannya, dunia pendidikan berupaya menyelaraskan antara eksplorasi pikiran manusia dengan solusi tindakan bersama perangkatnya untuk mencapai posisi puncak temuan.

Tekanan pertama dan utama pragmatisme dalam pendidikan dilandaskan bahwa peserta didik bukanlah objek, melainkan subjek yang memiliki pengalaman. Setiap subjek didik tidak lain adalah individu yang mengalami, sehingga mereka berkembang, serta memiliki insiatif dalam mengatasi problem-problem hidup yang mereka miliki.

Dalam pelaksanaannya, pendidikan pragmatisme mengarahkan agar subjek didik (siswa) saat belajar di sekolah tak berbeda ketika ia berada di luar sekolah. Oleh karenanya, kehidupan di sekolah selalu disadari sebagai bagian dari pengalaman hidup, bukan bagian dari persiapan untuk menjalani hidup. 

Di sini pengalaman belajar di sekolah tidak berbeda dengan pengalaman saat ia belajar di luar sekolah. Pelajar menghadapi problem yang menyebabkan lahirnya tindakan penuh dari pemikiran yang relatif. 

Di sini kecerdasan disadari akan melahirkan pertumbuhan dan pertumbuhan akan membawa mereka di dalam beradaptasi dengan dunia yang berubah. Ide gagasan yang berkembang menjadi sarana keberhasilan.

Model pembelajaran pragmatisme adalah anak belajar di dalam kelas dengan cara berkelompok. Dengan berkelompok anak akan merasa bersama-sama terlibat dalam masalah dan pemecahanya. Anak akan terlatih bertanggung jawab terhadap beban dan kewajiban masing-masing. 
Sementara guru hanya bertindak sebagai fasilitator dan motivator saja. Model pembelajaran ini berupaya membangkitkan hasrat anak untuk terus belajar, serta anak mampu dilatih berpikir secara logis. 

Sebagaimana diungkapkan oleh Power (dalam Sadulloh, 2003) bahwa implikasi penting dari filsafat pendidikan pragmatisme dalam pelaksanaan pendidikan, mencakup beberapa hal pokok berikut ini:

Tujuan Pendidikan. Tujuan dari pelaksanaan pendidikan pragmatisme adalah memberikan pengalaman untuk penemuan hal-hal baru dalam hidup sosial dan pribadi peserta didik.

Kedudukan Siswa. Kedudukan para siswa dalam pendidikan pragmatisme adalah merupakan suatu organisasi yang memiliki kemampuan yang luar biasa dan kompleks untuk tumbuh.

Kurikulum. Dalam hal ini, kurikulum pendidikan pragmatis berisi pengalaman yang teruji yang dapat diubah. Demikian pula minat dan kebutuhan siswa yang dibawa ke sekolah dapat menentukan kurikulum. Guru menyesuaikan bahan ajar sesuai dengan minat dan kebutuhan anak tersebut.

Metode. Metode yang digunakan dalam pendidikan pragmatisme adalah metode aktif, seperti: Learning by doing (belajar sambil bekerja), metode pemecahan masalah (problem solving method), metode penyelidikan, dan metode penemuan (inquiri and discovery method).

Peran Guru. Dalam praktiknya (mengajar), metode ini sangat membutuhkan guru yang selalu memberikan kesempatan, bersahabat, pembimbing, berpandangan terbuka, antusias, kreatif, dan sadar bermasyarakat, siap siaga, sabar, bekerjasama, serta bersungguh-sungguh, agar belajar berdasarkan pengalaman dapat diaplikasikan oleh siswa dan apa yang dicita-citakan dapat tercapai. Untuk itu, peran guru dalam pendidikan pragmatisme adalah mengawasi dan membimbing pengalaman belajar siswa, tanpa mengganggu minat dan kebutuhannya.

Selain hal di atas, pendidikan pragmatisme kerap dianggap sebagai pendidikan yang mencanangkan nilai-nilai demokrasi dalam ruang pembelajaran sekolah. Karena pendidikan bukan ruang yang terpisah dari sosial, setiap orang dalam suatu masyarakat juga diberikan kesempatan untuk terlibat dalam setiap pengambilan keputusan pendidikan yang ada. Keputusan-keputusan tersebut kemudian mengalami evaluasi berdasarkan situasi-situasi sosial yang ada.

Oleh: Abdy Busthan
« PREV
NEXT »

Tidak ada komentar