Logika muncul untuk pertama kalinya di Yunani Kuno, yang ditandai dengan kemunculan gebrakan pemikiran dari seorang filsuf Yunani pertama, bernama Thales (624-548 SM). Pada saat itu Thales membantah segala bentuk dongeng, takhyul, dan cerita-cerita isapan jempol untuk berpaling pada penalaran akal budi dalam memecahkan rahasia alam semesta.
(4) Logika sebagai matematika murni.
Thales mengatakan bahwa air adalah arkhe (Yunani) yang berarti prinsip atau asas utama alam semesta. Dan saat itu juga Thales telah mengenalkan logika induktif.
Aristoteles selanjutnya mengenalkan logika sebagai ilmu, yang kemudian disebutkan dengan logica scientica. Aristoteles mengatakan bahwa, Thales menarik kesimpulan bagaimana air adalah arkhe dari alam semesta dengan alasan bahwa air adalah jiwa segala sesuatu. Dalam logika Thales, air adalah arkhe alam semesta, dan menurut Aristoteles disimpulkan dari beberapa hal-hal berikut ini:
Kaum Sofis beserta Plato (427 SM-347 SM) juga telah merintis dan memberikan saran-saran dalam bidang logika ini. Pada masa Aristoteles, logika disebutkan dengan dua istilah, yaitu:
Aristoteles selanjutnya mengenalkan logika sebagai ilmu, yang kemudian disebutkan dengan logica scientica. Aristoteles mengatakan bahwa, Thales menarik kesimpulan bagaimana air adalah arkhe dari alam semesta dengan alasan bahwa air adalah jiwa segala sesuatu. Dalam logika Thales, air adalah arkhe alam semesta, dan menurut Aristoteles disimpulkan dari beberapa hal-hal berikut ini:
- Air adalah jiwa tumbuh-tumbuhan (karena tanpa air tumbuhan mati)
- Air adalah jiwa hewan dan jiwa manusia (karena tanpa air jiwa manusia dan hewan mengalami dahaga)
- Air jugalah uap
- Air jugalah es
Kaum Sofis beserta Plato (427 SM-347 SM) juga telah merintis dan memberikan saran-saran dalam bidang logika ini. Pada masa Aristoteles, logika disebutkan dengan dua istilah, yaitu:
- Analitica, yang secara khusus meneliti berbagai argumentasi yang berangkat dari berbagai macam proposisi yang benar
- Dialektika, yang khusus meneliti argumentasi yang berangkat dari proposisi yang masih diragukan kebenarannya.
Logika Aristoteles
Inti dari logika yang dikembangkan oleh Aristoteles adalah silogisme, yaitu cara berpikir dengan cara menarik simpulan dari: premis umum, khusus dan simpulan. Konsep silogisme ini dijelaskan buku Aristoteles yang berjudul: “to Oraganon”(alat), yang isinya berjumlah enam bagian, yaitu:
Inti dari logika yang dikembangkan oleh Aristoteles adalah silogisme, yaitu cara berpikir dengan cara menarik simpulan dari: premis umum, khusus dan simpulan. Konsep silogisme ini dijelaskan buku Aristoteles yang berjudul: “to Oraganon”(alat), yang isinya berjumlah enam bagian, yaitu:
- Categoriae, menguraikan pengertian-pengertian
- De interpretatione, tentang keputusan-keputusan
- Analytica Posteriora, tentang pembuktian.
- Analytica Priora, tentang Silogisme.
- Topica, tentang argumentasi dan metode berdebat.
- De sohisticis elenchis, tentang kesesatan dan kekeliruan berpikir.
Perkembangan Logika
Pada tahun 370 SM - 288 SM, Theophrastus murid Aristoteles yang pernah menjadi pemimpin Lyceum, melanjutkan pengembangan logika silogisme ini.
Namun istilah logika untuk pertama kalinya diperkenalkan oleh Zeno dari Citium, yaitu pelopor kaum Stoa (334 SM-226 SM).
Sistematisasi logika terjadi pada masa Galenus (130 M - 201 M) dan Sextus Empiricus tahun 200 M. Kedua dokter medis ini mengembangkan logika dengan cara menerapkan metode geometri.
Sistematisasi logika terjadi pada masa Galenus (130 M - 201 M) dan Sextus Empiricus tahun 200 M. Kedua dokter medis ini mengembangkan logika dengan cara menerapkan metode geometri.
Kemudian muncullah Porohyus (232 - 305) yang membuat suatu pengantar (eisagoge) dalam Categoriae dari buku Aristoteles, yang akhirnya Boethius (480-524) membuat terjemahan pada Eisagoge dari Porphyrius ini ke dalam bahasa Latin, dan menambahkan komentar-komentarnya yang pada akhirnya muncullah St. Yohanes dari Damaskus (674 - 749) dengan menerbitkan Fons Scienteae.
(1) Logika Abad Pertengahan
(1) Logika Abad Pertengahan
Pada abad pertengahan yang dimulai dari abad ke-9 hingga abad ke-15, beberapa karya-karya terkenal seperti buku Aristoteles berjudul De Interpretatione, Eisagoge oleh Porphyus, dan karya Boethius, masih digunakan di sini.
Kemudian St. Thomas Aquinas (1224-1274) dan beberapa rekan-rekannya berusaha mengadakan sistematisasi logika secara lebih mendalam, yang akhirnya lahirlah “logika modern” yang kemudian dipelopori oleh tokoh-tokoh seperti: Petrus Hispanus (1210 - 1278), Roger Bacon (1214-1292), Raymundus Lullus (1232 -1315) yang menemukan metode logika baru yang dikenal dengan istilah “Ars Magna” yaitu semacam aljabar pengertian, dan William Ocham (1295 - 1349).
Pengembangan dan penggunaan logika Aristoteles secara murni, diteruskan oleh Thomas Hobbes (1588 - 1679) dengan karyanya: Leviatan dan John Locke (1632-1704) dalam karya fenomenal berjudul “An Essay Concerning Human Understanding”.
(2) Logika Induksi
(2) Logika Induksi
Francis Bacon (1561-1626) muncul dengan logika induktif dalam buku: Novum Organum Scientiarum, dan J. S. Mills (1806 - 1873) melanjutkan pemikiran induksi dalam buku: System of Logic.
Namun perkembangan logika induktif menjadi terkenal ketika Karl Popper (1902-1994) memunculkan karyanya: “The logic of Scientific Discovery”, dengan dua klaim besar mengenai tuntutan pengetahuan.
Pertama, metode falsifikasi atau menguji pengetahuan bukan dengan cara menjabarkan kebenaran hipotesisnya, tetapi meletakkan negasi-negasi (penyangkalan/peniadaan). Menurut Popper, falsifikasi ini akan menyelamatkan dari munculnya kemungkinan-kemungkinan induksi pengetahuan.
Kedua, tentang bagaimana pengetahuan dan bukan pengetahuan dibedakan dari preposisi-preposisinya. Hanya preposisi ilmu pengetahuan yang tahan terhadap falsifikasi. Kedua metode ini bisa dibandingkan pendapat Hume (Garvey James, 2006).
(3) Logika Simbolik
(3) Logika Simbolik
Logika diperkaya dengan hadirnya pelopor-pelopor logika simbolik, seperti: Gottfried Leibniz (1646-1716) yang muncul dan menyusun logika aljabar berdasarkan Ars Magna dari Raymundus Lullus. Logika ini bertujuan untuk menyederhanakan pekerjaan akal budi dan lebih mempertajam kepastian
Terdapat pula beberapa nama besar yang muncul dan memperkuat dalili-dalil logika simbolik ini, seperti: George Boole (1815-1864), John Venn (1834-1923), dan Gottlob Frege (1848 - 1925).
Kemudian muncul pula Chares Sanders Peirce (1839-1914), seorang filsuf Amerika Serikat yang pernah mengajar di Johns Hopkins University, yang muncul dan melengkapi logika simbolik dengan karya-karya tulisnya. Ia memperkenalkan dalil Peirce (Peirce's Law) yang menafsirkan logika selaku teori umum mengenai tanda (general theory of signs).
Akhirnya, puncak kejayaan logika simbolik ini terjadi pada sekitar tahun 1910-1913 dengan diterbitkannya “Principia Mathematica” dalam tiga jilid sekaligus, yang merupakan karya bersama dari dua filsuf besar, yakni Alfred North Whitehead (1861-1914) dan Bertrand Arthur William Russel (1872-1970).
Logika simbolik ini kemudian diteruskan oleh ketiga filsuf besar, yaitu: Ludwig Wittgenstein (1889-1951), Rudolf Carnap (1891-1970), Kurt Godel (1906-1978).
(4) Logika sebagai matematika murni.
Logika masuk ke dalam kategori matematika murni karena matematika adalah logika yang tersistematisasi. Matematika adalah pendekatan logika pada metode ilmu ukur yang banyak menggunakan tanda sebagai simbol matematik (logika simbolik). Logika tersistematisasi pertama adalah yang dikenalkan oleh dua dokter medis yaitu: Galenus (130-201 M) dan rekannya Sextus Empiricus (sekitar 200 M). Mereka mengembangkan logika dengan menerapkan metode geometri.
# Oleh Abdy Busthan
****************
****************
Daftar Pustaka:
Busthan Abdy. (2019). Pendidikan Logika: Konsep Dasar Berlogika. hlm.23-26 (Cetakan ke-4). Kupang: Desna Life Ministry
Tidak ada komentar
Posting Komentar