SUARA.NABIRE - Perempuan dalam kosmologi Papua, memegang peranan yang sangat strategis. Hal ini dapat dilihat dari fungsi perempuan yang lebih dominan dalam tatanan kehidupan sosial dibandingkan kaum pria.
Kaum pria cenderung berperan dalam memberikan proteksi pada keluarga atau kampung terhadap ancaman atau gangguan dari luar. Dengan pendekatan kosmologi tersebut, konservasi berbasis gender merupakan solusi efektif dalam pengelolaan kawasan khususnya di Papua.
Dalam konteks pengelolaan sumber daya perairan, perempuan Papua, terutama di wilayah perkampungan, tidak hanya memiliki identitas sebagai "mama" atau ibu rumah tangga dan istri, tapi mereka juga adalah petani, nelayan, pengrajin, ataupun pengusaha hasil hutan, yang dengan kegiatannya telah menghasilkan pendapatan untuk keberlanjutan kehidupan dirinya dan keluarganya.
Secara turun temurun, perempuan pesisir Papua telah memperoleh manfaat dari sumber daya tanah, hutan dan air di provinsi ini untuk keberlangsungan kehidupan dirinya, keluarga dan komunitas masyarakatnya.
Kehidupan mereka di wilayah perkampungan yang dekat dengan alam membuat mereka memiliki pengetahuan dan kemampuan pengelolaan serta pengolahan tanah, hutan dan air yang khas berdasarkan pengalaman dan “kesepakatan” sosial di dalam masyarakat asal mereka.
Kelompok Ibu "Mama IRA" Kampung Yomakan
Kampung Yomakan berada di Pulau Rumberpon yang secara administratif termasuk dalam wilayah Distrik Yembekiri. Sebagai kampung yang berada di pulau, sebagian besar masyarakatnya bermatapencaharian sebagai nelayan dan hanya sebagian kecil saja yang bekerja sebagai PNS, pedagang, dll.
Kajian mengenai peran, status dan otoritas perempuan dalam pengelolaan sumberdaya yang digunakan dalam konservasi di Yomakan ini merupakan pendekatan budaya yang berangkat dari teori feminisme, yang menuju pada diskursus kesetaraan gender.
Hal ini dilatarbelakangi oleh adanya pandangan bahwa terdapat ketidaksetaraan dalam akses terhadap peluang-peluang dan sumberdaya yang dialami oleh perempuan: “Feminists fight for the equality of women and argue that women should share equally in society’s opportunities and scarce resources.” (Delaney, 2005)
Namun sayangnya, peran perempuan dalam pengelolaan SDA sering terlupakan dan tidak mendapatkan perhatian. Hal ini kemudian berdampak kepada program-program pembangunan dan kebijakan-kebijakan yang belum mengakomodir ruang dan peran perempuan dalam pengelolaan sumberdaya alam, misalnya, belum dilibatkannya perempuan secara maksimal dalam proses pengambilan keputusan yang berdampak kepada hilangnya ruang sumber mata pencaharian perempuan dalam pengelolaan sumberdaya alam.
Berbeda dengan Kelompok Ibu “Mama IRA” yang beranggotakan para ibu Kampung Yomakan baik tua maupun muda. Pembentukan Kelompok ini berawal dari adanya niat kaum Ibu dalam rangka kebutuhan akan ruang kelola untuk berperan dalam pengelolaan sumberdaya alam.
Relokasi kima raksasa ke kebun kima oleh kelompok Mama Ira (Foto Oleh.TNTC)
Penamaan Kelompok Ibu ini dengan nama “Mama IRA” mengandung arti: Mama merupakan sebutan untuk Ibu/Perempuan yang sudah menikah sedangkan IRA adalah sebutan untuk jenis Kima yang terbesar atau Bia Ubai dalam bahasa Wandamen dengan bahasan latin yaitu Tridacna gigas.
Focus Group Discussion (FGD) dipilih sebagai metode dalam kegiatan ini, karena dengan metode ini dapat mendorong setiap peserta untuk dapat mengidentifikasi potensi dan kelemahan mereka sendiri serta dapat menyampaikan rencana serta perkembangan aktivitas kelompok hingga saat dilakukan kegiatan.
Tulisan ini diambil dari Buku:
Penulis: Ben Gurion Saroy dan Saiful Anwar
Tidak ada komentar
Posting Komentar